Tepatkah Ratna Sarumpaet dijerat UU ITE atas kebohongannya?
Ratna Sarumpaet sendiri dijerat dua pasal. Pertama Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang hukum pidana. Kedua, pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Polda Metro Jaya menetapkan aktivis Ratna Sarumpaet tersangka membuat kegaduhan dengan menyebarkan berita hoaks.
Ibunda aktris Atiqah Hasiholan itu dijerat pasal berlapis, salah satunya Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
-
Apa yang dilakukan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto terhadap jajarannya? Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto merombak jajarannya dengan memutasi sejumlah pejabat kepala satuan (Kasat) tingkat Polres hingga Kapolsek.
-
Kapan HUT Kodam Jaya diperingati? Setiap tanggal 24 Desember diperingati HUT Kodam Jaya.
-
Bagaimana Kota Metro memperoleh namanya? Melansir dari situs djkn.kemenkeu.go.id, sejarah penamaan Metro ini terbagi dalam beberapa versi sejarah. Pertama, kata 'Metro' diambil dari "Meterm" atau dalam bahasa Belanda artinya Pusat. Arti ini disebabkan oleh letak wilayah yang tepat di tengah-tengah antara Lampung Tengah dan Lampung Timur. Sementara itu, versi keduanya adalah berasal dari Bahasa Jawa yaitu 'Mitro' yang berarti teman, mitra, atau kumpulan.
-
Siapa yang memberikan pernyataan pujian terhadap langkah Polda Metro Jaya dalam melibatkan Ormas dan satpam? Mengomentari hal itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni ikut mengapresiasi.
-
Apa yang dilakukan Ratna Sarumpaet saat melakukan kunjungan sosial di Sintang, Kalimantan Barat? Pada 1992 ia juga berkunjung ke Sintang, Kalimantan Barat dan menjalankan misi sosial. Ia juga berfoto di dalam rumah adat Dayak bersama anak-anak di sana.
-
Kapan Rafathar potong rambut? 3 Namun, ternyata Raffi dan Nagita ingin anak mereka tampil berbeda menjelang Hari Raya Idul Fitri yang tidak lama lagi.
Namun, dijeratnya Ratna dengan UU ITE menjadi pertanyaan. Sebab, Ratna tidak menyebar drama kebohongan penganiayaannya di media sosial.
Lalu, tepatkah bidikan aparat ?
Ahli Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan hal itu bisa saja terjadi.
"Bisa-bisa saja (dijerat UU ITE)," ungkap Agustinus saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (5/10).
Ia menjelaskan metode yang dipakai penyelidik dalam hal ini adalah mengobjektifkan unsur yang bersifat subjektif dengan pembuktian normatif.
"Hal-hal yang bersifat subjektif pembuktiannya normatif dengan cara mencari kriteria-kriteria objektif untuk membuktikan sesuatu yang subjektif," jelasnya.
"Misalnya anda sekolahnya apa, lalu pengalamannya apa. Nah itu akan menyebabkan oooh kalau orang dengan pengetahuan demikian enggak mungkin enggak tahu," lanjutnya.
Agustinus mengambil contoh seorang pelaku pembunuhan sudah barang tentu tak akan langsung mengaku bahwa ia telah membunuh.
"Saat diperiksa, pelaku pasti bilang memang saya memukul tapi tidak bermaksud membunuh. Itu kan unsur subjektif. Mana mungkin pelaku kejahatan akan langsung mengaku," ujarnya.
"Namun, pembuktian normatifnya pelaku ini seorang karateka dengan sabuk hitam. Enggak mungkin kan seorang karateka tidak tahu titik mana saja yang bila dipukul bisa jadi mematikan. Misalnya, dia memukul korbannya di leher. Itu kan bisa menyebabkan kematian," jelas pria lulusan S2 Arizona State University ini.
"Nah itu yang dinamakan pembuktian unsur subjektif secara normatif atau ada yang mengatakan itu mengobjektifkan unsur yang bersifat subjektif," lanjutnya.
Di dalam kasus Ratna Sarumpaet, Agustius menilai peremouan kelahiran Tapanuli Utara, 16 Juli 1948 itu sosok yang aktif berselancar di dunia maya.
"Seperti yang diketahui bu Ratna itu kan seorang aktivis. Cukup kritis dan tajam saat mengkritik. Selain itu beliau juga seseorang yang aktif di media sosial. Jadi kayanya enggak mungkin enggak tahu soal viral dia dianiaya," ujarnya.
"Kalau saya, punya juga enggak twitter atau akun medsos lainnya. Wajar enggak tahu. Kira-kira begitu analoginya," ucap Agustinus.
Ratna Sarumpaet sendiri dijerat dua pasal. Pertama Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang hukum pidana. Kedua, pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Berikut bunyi dua pasal tersebut:
Pasal 14 UU Nomor 1 tahun 1946.
(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun.
(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun.
Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Baca juga:
MKD akan proses pelaporan Fadli Zon dan Fahri Hamzah terkait hoaks Ratna Sarumpaet
Ratna dibiayai ke Chile, Anies anggap normal danai seniman ke luar negeri
Sandiaga ogah komentari lagi kasus Ratna Sarumpaet, anggap sudah selesai
Sandiaga siap diperiksa polisi terkait kasus kebohongan penganiayaan Ratna Sarumpaet
Polisi tunggu 1x24 jam untuk putuskan penahanan Ratna Sarumpaet