Thailand doyan selundupkan Orangutan buat bisnis hiburan
Lemahnya sanksi hukum bagi pelaku penyelundupan menyebabkan perdagangan satwa liar masih marak.
Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) menyebut perdagangan Orangutan dari Indonesia menjadi bisnis hiburan menggiurkan di sejumlah negara. Thailand menjadi salah satu negara kerap lakukan penyelundupan satwa dilindungi itu, guna meraup pundi-pundi dalam bisnis hiburan.
Mereka mencatat, selama tahun 2015 terdapat tujuh ekor Orangutan gagal diselundupkan ke Kuwait dan Thailand. Maraknya penyelundupan Orangutan ini umumnya karena hewan itu saat berusia bayi tampak menggemaskan. Kemiripannya dengan manusia juga membuat banyak orang berpikir mereka mudah dilatih.
Selain itu, persepsi Orangutan dan satwa liar lainnya dapat diperlakukan sebagai mainan maupun hiburan, memicu maraknya perdagangan satwa liar ilegal. "Ini yang menyebabkan tingginya permintaan perdagangan ilegal Orangutan," kata Juru Bicara BOSF Nyaru Menteng Kalimantan Tengah, Monterado Fridman, kepada merdeka.com Rabu (10/2).
"Selain sebagai peliharaan, pelaku bisnis pertunjukan jalanan di Thailand, memanfaatkan Orangutan untuk jadi sirkus, judi tinju, dan lainnya," tambahnya.
Pertunjukan semacam itu, menurut Fridman, umum dijumpai di daerah Phuket, Tahiland. Padahal pemerintah Thailand sejak 2008 lalu, telah melakukan penyitaan Orangutan, sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia agar kembali ke habitatnya.
"Sebelum dipulangkan ke Indonesia, Orangutan yang disita direhabilitasi di Kao Pratubchang Conservation Center di Ratchaburi di Thailand," ungkapnya.
Lemahnya sanksi hukum bagi pelaku penyelundupan menyebabkan perdagangan satwa liar masih marak sampai saat ini.
"Dalam kasus perdagangan gading gajah saja, dihukum lebih ringan daripada tuntutan yang diajukan jaksa. Ditengarai, hakim hanya melihat kejadian itu sebagai kasus mandiri, bukan kasus berulang. Denda yang diberikan kepada pelaku pun jauh lebih kecil daripada keuntungan yang diperoleh pelaku," ungkap Fridman.
Sederetan kasus penyelundupan Orangutan di Indonesia sebelumnya telah diungkap aparat penegak hukum sepanjang 2015 lalu. Pelbagai wilayah di dalam maupun luar negeri sudah dilakukan tindakan. Wilauah itu di antaranya: Pekanbaru, Selangor Malaysia dan bandara Soekarno-Hatta.
"Perlu dipahami bahwa ini catatan dari kasus yang berhasil digagalkan. Tidak diketahui jumlah transaksi perdagangan Orangutan yang lolos dari pengawasan," tegasnya.
Pelestarian Orangutan beserta satwa lainnya, tegas diatur UU No 05/1990, dan menjadi kewajiban bersama. Semua satwa yang dilindungi undang-undang dan PP No 7 Tahun 1999, sudah pasti menjadi terlarang untuk diperdagangkan.
"Terus dan harus kita dorong upaya penegakan hukum. Tak kalah penting, perlu mengubah persepsi yang pada gilirannya dapat mendorong terjadinya perubahan perilaku yang ingin memperjualbelikan satwa," terang Fridman.