Tiga polisi saksi Komjen Budi mangkir pemeriksaan di KPK
Dua saksi tanpa keterangan, satu saksi lainnya mengaku sakit.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan tiga saksi mestinya diperiksa dalam penyidikan kasus gratifikasi dan suap disangkakan kepada Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian, Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, absen. Bahkan dua dari mereka tergolong mangkir.
Dua saksi yang mangkir itu adalah anggota Direktorat Sabhara Polda Sumatera Utara, Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan, dan anggota Polres Bogor, Brigadir Triyono.
"Saksi Revindo dan Triyono tidak hadir tanpa keterangan," tulis Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, melalui pesan singkat, Senin (2/1).
Sedangkan menurut Priharsa, saksi Brigadir Jenderal Polisi Budi Hartono Untung juga absen. Dia mengatakan Widyaswara Madya Sespim Polri Lemdikpol dan mantan Kapolda Bangka Belitung itu mengaku sakit.
"Pengacara yang bersangkutan datang memberitahukan bahwa saksi sedang sakit," lanjut Priharsa.
Menurut Priharsa, pemanggilan ketiga saksi itu merupakan yang kedua kali. Hal ini menambah panjang rentetan pengingkaran terhadap perintah Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Presiden Jokowi sudah memerintahkan supaya para saksi mematuhi aturan hukum, terutama mereka yang memang berlatar penegak hukum.
Saksi-saksi yang tidak memenuhi panggilan pemeriksaan selain tiga nama di atas adalah Kapolda Kalimantan Timur, Inspektur Jenderal Polisi Drs. Andayono, Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan, Brigjen Pol (Purn) Drs. Heru Purwanto, Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Polisi Drs. Herry Prastowo, SH, Msi., Komisaris Besar Polisi Drs. Ibnu Isticha, dan Wakapolres Jombang Kompol Sumardji. Hanya satu saksi diketahui memenuhi panggilan, yakni Inspektur Jenderal Polisi (Purnawirawan) Syahtria Sitepu.
Menanggapi hal ini, Koordinator Indonesia Corruption Watch Ade Irawan menyayangkan ketidakhadiran kedua saksi itu. Sebab menurut dia, hal-hal seperti ini justru menyulitkan proses penyidikan dan mengingkari janji Polri kepada Presiden Jokowi yang menyatakan akan bekerja sama dalam proses hukum.
"Sangat disayangkan dan bisa dianggap tidak mematuhi perintah presiden yang meminta agar saling menghormati dlm proses penegakan hukum," tulis Ade melalui pesan singkat.
Ade menyatakan KPK dan Polri harus ingat janji mereka di depan Presiden Jokowi. Menurut dia, menjadi saksi dalam sebuah perkara pidana adalah kewajiban yang diatur dalam undang-undang. Yakni Pasal 224 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 22 dan 35 UU Nomor 31 tahun 1999, dan Pasal 112 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bahkan tindakan mempersulit pemeriksaan atau selalu mangkir bisa dipanggil paksa.
"Bagaimana cara pemanggilan paksa jika yang dipanggil adalah Pati Polri? Dalam kondisi normal KPK dapat meminta bantuan Brimob. Sekarang?" Tanya Ade.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pun angkat bicara soal ini. Menurut dia, kurang patut dan tak ada gunanya bila saksi-saksi itu terus mangkir. Sebab bila tidak, perbuatan mereka akan diperkarakan lantaran dianggap menghambat proses penyidikan.
Menurut Bambang, saksi-saksi yang dipanggil saat ini berasal dari Kepolisian. Baik masih aktif maupun sudah pensiun. Dia mengatakan mestinya sebagai sesama aparat penegak hukum mereka memahami kewajibannya bila dipanggil sebagai saksi.
"Saya meyakini kalau penegak hukum itu pasti tahu hukum," kata Bambang.
Menurut Bambang, sebaiknya para saksi itu mematuhi perintah Presiden Joko Widodo yang meminta supaya semua pihak tunduk pada konstitusi.
"Presiden Jokowi kan sudah menjamin proses ini akan dilakukan secara akuntabel. Artinya juga akan menjamin bahwa siapapun yang terlibat dalam kasus ini harus konsisten, sama seperti saya. Datang. Jadi saya ingin menunjukkan sebagai penegak hukum harus konsisten, kalau penegak hukum tak konsisten, apa itu?" Ujar Bambang.