Tokoh Budha: Kerusuhan di Tanjungbalai perkuat toleransi beragama
"Bagi kita, ini hanya luka luar yang akan membuat kita makin dewasa," ujar Leo.
Pemuka umat Buddha Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Leo Lopulisa menyatakan tidak perlu membenci atau menyalahkan siapa pun atas konflik antarwarga yang berujung pembakaran dan perusakan beberapa vihara serta kelenteng di Kota Tanjungbalai, Jumat (29/7) malam.
"Bagi kita, ini hanya luka luar yang akan membuat kita makin dewasa, semakin kuat dalam menghadapi hidup beragama dan toleran dalam bermasyarakat. Banyak pihak yang menunjukkan rasa peduli, prihatin dan solidaritas atas kejadian itu, menunjukkan bahwa semua menginginkan kehidupan yang rukun dan saling menghargai satu sama lain," ungkap Leo dikutip dari Antara, Minggu (31/7).
Pembakaran tempat ibadah umat Budha dan Konghucu pada 30 Juli dini hari dianggap sebagai aksi spontanitas dan tidak terencana. Namun, sebagai negara hukum, Leo menyerahkan penyelasiaan konflik tersebut kepada pihak kepolisian.
"Biarlah polisi yang mengusut kasus tersebut", ujarnya.
Ketua Sang Agung Indonesia (Sagin) Sumatera Utara, Kurnia Bangun, berharap semua pihak menjadikan peristiwa tersebut sebagai pelajaran berharga untuk saling menghormati. Umat Buddha, Konghucu dan pemeluk agama lain diharapkannya menahan diri serta tidak terprovokasi pernyataan yang mungkin ingin memecah belah kerukunan umat beragama yang terjalin baik selama ini.
Pascakerusuhan, kata Kurnia, banyak komentar di media sosial yang selain berisi keprihatinan, juga bernada memojokkan, menghujat salah satu pihak, seperti ingin memperkeruh keadaan.
"Kita secara keseluruhan harus bijaksana dan tidak mudah terprovokasi. Mari berpikir jernih demi terciptanya suasana yang kondusif", imbau bikhu di Vihara Tri Ratna Kota Tanjungbalai itu.