Tragis, bayi Naila meninggal saat tunggu antrean nomor 115 di RS
Orangtua minta prioritas, tapi malah ditanya segala macam surat menyurat status keluarga miskin.
Malang benar bayi Naila. Dia mengembuskan napas terakhir karena tak segera mendapatkan pertolongan dari Rumah Sakit Umum (RSU) Lasinrang, Pinrang. Padahal sakit sesak napas yang dideritanya sudah cukup memprihatinkan.
Cerita pilu itu bermula ketika Naila yang baru berusia dua bulan sepuluh hari mendadak sesak napas, sejak Senin 28 Oktober lalu. Melihat kondisi buah hatinya tak kunjung membaik, Mustari dan Nursia lantas berpikir membawa Naila berobat.
Karena keterbatasan biaya, mulanya Naila hanya diperiksa seorang bidan di dekat tempat tinggal mereka di Dusun Patommo, Desa Kaliang, Kecamatan Duampanua, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Karena melihat kondisi Naila, si bidan meminta Mustari dan Nursia membawa ke Puskesmas Lampa, yang ada di perkampungan mereka.
Naila dibawa ke puskesmas, pada Rabu pagi. "Sampai di sana, diperiksa sama dokternya tapi tidak dikasih pertolongan apapun malah dikeluarkan surat rujukan ke Rumah Sakit Umum Lasinrang, Pinrang," cerita Mustari kepada merdeka.com, Jumat (1/11).
Akhirnya, mereka menuruti rujukan itu. Dalam keadaan sekarat tanpa bantuan tabung oksigen, bayi itu dibawa menggunakan mobil pribadi milik tetangga Mustari.
"Jarak dari puskesmas ke rumah sakit sekitar 30 menit," ungkapnya.
Sesampainya di rumah sakit, Mustari malah disuruh ikut mengambil nomor antrean. Padahal kondisi Naila semakin menurun.
"Saya sudah mohon-mohon anak saya duluan, saya bilang kondisi anak saya sudah parah, saya bilang kasihani kami, tapi petugas loket bilang nggak bisa begitu harus tetap mengantre. Akhirnya saya ambil antrean, nomor 115. Sementara yang diperiksa baru antrean 95," keluh pria yang berprofesi sebagai petani ini.
Melihat kondisi Naila semakin memburuk, Mustari kembali mendatangi loket dan meminta diberikan prioritas. Tapi malah ditanya segala macam surat menyurat yang menerangkan Mustari berasal dari keluarga miskin.
"Ditanya kartu keluarga, tapi saya bilang di Lampa. Saya bilang tolong dulu anak saya, kalau sudah nanti pasti saya ambil surat-surat itu. Tapi mereka menolak," tambahnya.
Tak kunjung mendapat pertolongan karena berbagai persyaratan administrasi harus dipenuhi, akhirnya Naila yang terbaring lemah di pangkuan ibunya mengembuskan napas terakhir.
"Sekitar dua jam habis waktu ngurus surat-surat, sekitar pukul 10 lewat, Naila meninggal. Saat itu baru ada suster menolong, ya mau apa lagi," pungkasnya.
Oleh rumah sakit, Mustari hanya diberi jatah ambulans untuk membawa jenazah putri kecilnya pulang ke rumah untuk dimakamkan.
"Naila sudah dimakamkan Zuhur kemarin," tandasnya.