Virtual Police, 189 Konten Medsos Kena Teguran Polisi
Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri mulai menerapkan program virtual police atau polisi virtual sejak 23 Februari 2021 lalu. Mereka pun mulai mengawasi pengguna media sosial atau medsos.
Virtual Police telah mencatat adanya 189 konten media sosial yang diduga telah melanggar tindak pidana. Petugas menyampaikan teguran lewat pesan langsung ke setiap akun yang terlibat.
"Update periode 23 Februari sampai 19 Maret 2021 menunjukkan 189 konten yang diajukan untuk diberikan peringatan virtual police," tutur Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/3).
-
Apa yang dilakukan penerus para jenderal polisi? Penerus Sang Jenderal Putra para Jenderal Polisi ini mengikuti jejak sang ayah.
-
Siapa saja penerus para Jenderal Polisi? Ipda Muhammad Yudisthira Rycko anak Komjen Rycko Amelza Dahniel. Yudisthira lulusan Akpol 51 Adnyana Yuddhaga. Ipda Jevo Batara anak Irjen Napoleon Bonaparte. Jevo polisi muda berparas tampan. Iptu Ryan Rasyid anak Irjen Hendro Pandowo. Ryan baru lulus dari Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Ipda Adira Rizky Nugroho anak Irjen (Purn) Yazid Fanani. Adira peraih Adhi Makayasa Dia lulusan Akpol Angkatan ke-53 tahun 2022. Iptu Danny Trisespianto Arief Anak mantan Kapolri Sutarman.
-
Bagaimana cara kerja polisi cepek? Pengguna jalan yang ingin diprioritaskan hendaknya untuk membuka jendela dan memberikan iming-iming uang. Dengan tindakan ini, mereka yang bertugas dengan sukarela akan ‘pasang badan’ untuk menghalangi kendaraan lain dan memberi jalan.
-
Apa yang dimaksud dengan pangkat polisi? Mengutip dari laman polisi.com, tanda kepangkatan Polri adalah daftar tanda pangkat yang dipakai oleh Kepolisian Negara Indonesia.
-
Siapa yang menjadi polisi cepek? Mereka menjalankan peran serupa dengan meminta imbalan finansial dari pengendara sebagai bentuk pengaturan lalu lintas alternatif.
-
Bagaimana polisi tersebut disekap? Saat aksi percobaan pembunuhan itu dilakukan, korban memberontak sehingga pisau badik yang dipegang pelaku N mengenai jari korban dan mengeluarkan darah. "Selanjutnya tersangka N melakban kedua kaki agar korban tidak berontak.
Menurut Ahmad, tidak seluruh konten mendapatkan pesan langsung berupa peringatan dari Virtual Police. Sebagian di antaranya dinilai ahli tidak sepenuhnya melanggar aturan UU ITE.
"105 Konten dinyatakan lolos verifikasi atau memenuhi unsur ujaran kebencian, sedangkan 52 tidak lolos verifikasi, dan 32 konten dalam proses verifikasi," jelas Ahmad.
Badan Reserse Kriminal atau Bareskrim Polri mulai menerapkan program virtual police atau polisi virtual sejak 23 Februari 2021 lalu. Mereka pun mulai mengawasi pengguna media sosial atau medsos.
Terutama, unggahan yang berpotensi melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE seperti hoaks dan ujaran kebencian.
Seperti dikutip Antara, berdasarkan data dari Virtual Police Bareskrim Polri pada periode 23 Februari Hingga 11 Maret 2021, ada 125 konten di medsos yang diajukan untuk diberi peringatan oleh 'virtual police'.
Total 125 Konten tersebut bukan hanya dari satu platform medsos, Twitter 79 konten, Facebook 32 konten, Instagram 8 konten, YouTube 5 konten, dan WhatsApp satu konten.
"Jadi yang banyak itu melalui Twitter," kata Ahmad Ramadhan di Mabes Polri Jumat (12/3) lalu.
Dari 125 konten di medsos tersebut hanya 89 konten dinyatakan lolos verifikasi (memenuhi unsur ujaran kebencian) untuk diberikan peringatan Virtual Police melalui pesan langsung (direct message). Sedangkan, 36 konten sisanya tidak lolos verifikasi.
Dari 89 konten tersebut, sebanyak 40 konten dalam proses pengiriman peringatan pesan langsung, 12 konten dalam proses peringatan pertama, 9 konten peringatan kedua, 7 konten tidak terkirim, dan 21 konten gagal terkirim karena akun tersebut hilang atau dihapus sebelum diberikan peringatan oleh virtual police.
"Jadi belum sempat diperingati kontennya hilang, 'hit and run' itu namanya," kata Ramadhan.
Dalam proses peringatan ini, pihak Bareskrim Polri telah meminta pendapat ahli pidana, ahli bahasa, maupun ahli ITE. Dengan demikian, peringatan virtual dilakukan atas pendapat ahli, bukan pendapat subjektif penyidik Polri.
Akun yang diduga mengunggah konten hoaks maupun ujaran kebencian dikirimkan pesan peringatan dua kali untuk menghapus konten yang mereka posting. Jika postingan tidak kunjung dihapus oleh pengunggah/pemilik akun, penyidik akan kembali memberikan peringatan virtual.
Jika tetap tidak patuh, maka pengunggah/pemilik akun akan dipanggil untuk dimintai klarifikasi. Dengan adanya program ini masyarakat diharap bisa berpikir dua kali sebelum menyebarkan hoaks atau konten yang mengandung fitnah dan ujaran kebencian melalui platform apapun.
"Mudah-mudahan dengan adanya 'virtual police' ini, masyarakat akan sadar. Bisa jadi karena sebagian tidak tahu. Ketika masyarakat yang kena teguran, disampaikan ke teman-temannya. Jadi harapan kita mereka bisa berbagi pengalaman ke saudaranya untuk tidak sembarangan sebarkan kebencian di media sosial," ujar Ramadhan.
Reporter: Nanda Perdana
Sumber : Liputan6.com
Baca juga:
Polri Sudah Tindak 148 Akun Lewat Operasi Virtual Police
Polri: Virtual Police Tak Masuk ke Akun WhatsApp, Usut Konten saat Ada Laporan
Virtual Police Periksa Netizen Komen 'Taunya Cuma Dikasih Jabatan' di Akun Gibran
Virtual Police Paling Banyak Beri Peringatan Konten di Twitter
Siber Bareskrim Sudah 21 Kali Kirim Virtual Police ke Akun Medsos Sebar SARA
Harus Obyektif, Ini Kata Pakar UGM Terkait Kehadiran Virtual Police