Vonis Bebas Supriyani, Pengacara: Guru Tidak Sertamerta Dikriminalisasi
Kuasa hukum menilai vonis bebas tersebut membuktikan bahwa kliennya tidak melakukan kekerasan terhadap muridnya.
Guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Konawe Selatan, Supriyani akhirnya mendapatkan vonis bebas dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Senin (25/11). Vonis bebas Supriyani dibacakan bertepatan dengan Peringatan Hari Guru.
Penasihat hukum Supriyani, Andre Darmawan mengucap syukur atas vonis bebas Supriyani yang sebelumnya dibacakan oleh Majelis Hakim PN Andoolo. Andre menilai vonis bebas tersebut membuktikan bahwa kliennya tidak melakukan kekerasan terhadap muridnya.
- Guru Supriyani Siapkan Balasan Jika Divonis Bebas, Bakal Tuntut Balik Perekayasa Kasus Penganiayaan Anak
- Kubu Guru Supriyani Aneh Jaksa Tuntut Bebas: Seharusnya Nyatakan Tidak Ada Penganiayaan
- Kelakuan 'Bebas' Murid di Kelas Bikin Guru Tak Berani Tegur, Pak Guru Takut Dilaporkan Polisi
- Upayakan Bebas dari Hukuman Seumur Hidup, Terpidana Kasus Vina Polisikan 2 Saksi Kunci
"Arti vonis bebas menunjukkan Ibu Supriani tidak terbukti melakukan kekerasan seperti dakwaan JPU (jaksa penuntut umum)," ujarnya kepada wartawan di PN Andoolo.
Atas vonis bebas tersebut, Andre mengucapkan terima kasih kepada majelis hakim PN Andoolo yang telah memimpin persidangan dengan baik. Bagi Andre, majelis hakim benar-benar mempertimbangkan semua barang bukti dan keterangan ahli yang dihadirkan.
"Kita bisa dengar tadi majelis hakim menjelaskan bahwa tidak cukup alat bukti untuk membuktikan bahwa Ibu Supriani bersalah melakukan pemukulan itu. Tadi cuma dikatakan ada satu keterangan saksi anak yang tidak disumpah yang tidak berkesesuaian dengan saksi yang lain, baik termasuk barang bukti hasil visum dokter forensik dan dokter psikologi forensik," bebernya.
Andre juga menyampaikan terima kasih kepada organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang telah memberikan dukngan dan perhatian sejak kasuh ini bergulir. Andre menyebut organisasi PGRI merupakan wadah besar bagi guru.
"Kita semua harus mengatakan PGRI adalah organisasi besar yang betul-betul konsen untuk bagaimana mendidik dan mencerdaskan generasi bangsa. Kalau tidak ada guru, kita bisa bayangkan bagaimana generasi bangsa kita kedepannya," tegasnya.
Terakhir, kata Andre, kasus Supriyani seharusnya menjadi pembelajaran bagi orang tua murid untuk tidak dengan mudah melakukan kriminalisasi terhadap guru. Andre juga menyinggung penanganan kasus yang menimpa Supriyani seharusnya bisa diselesaikan dari awal.
"Ini bisa menjadi pembelajaran buat kita bersama bahwa guru tidak serta merta di kriminalisasi. Sebenarnya kalau perkara ini di awal bisa di mediasi, dibicarakan atau diverifikasi betul Ibu Supriyani memukul atau tidak, perkara ini tidak akan sampai ke pengadilan dan tidak akan heboh," tuturnya.
"Mudah-mudahan ini menjadi pembelajaran bagi kita semua baik itu pemerintah pusat maupun kita di sini. Bagaimana ke depan agar hubungan antara guru dan murid bisa ditingkatkan bukan hanya dari sisi perlindungan anaknya, tapi juga dari sisi perlindungan guru itu sendiri," pungkasnya.
Sementara Ketua PGRI Sulawesi Tenggara Abdul Halim Momo menambahkan persidangan kasus guru Supriyani bukan untuk mencari siapa yang salah dan benar. Halim mengaku kasus tersebut bukan hanya Supriyani yang menjadi korban, tetapi kepolisian.
"Kalau kita ingin kembali ke belakang, sebenarnya yang menjadi korban di dalam peristiwa ini menurut saya itu bukan hanya ibu Supriyani. Saya juga bisa mengatakan yang menjadi korban juga ada Kepolisian Republik Indonesia menjadi korban," ucapnya.