Kubu Guru Supriyani Aneh Jaksa Tuntut Bebas: Seharusnya Nyatakan Tidak Ada Penganiayaan
Kubu guru Supriyani menduga jaksa kebingungan menentukan niat jahat SDN 4 Baito, Konawe Selatan tersebut.
Kuasa hukum guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Supriyani, Andre Darmawan mengaku aneh dengan tuntutan bebas Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada kliennya. Andre bahkan menyebut JPU malu mengakui bahwa tidak ada kejadian penganiayaan dilakukan Supriyani terhadap muridnya yang didakwakan kepada Supriyani
Andre mempertanyakan tuntutan JPU yang menyebut Supriyani tidak ada Mens Rea atau niat perbuatan jahat dari seorang pelaku kejahatan. Andre bertanya-tanya apakah Mens Rea sebagai pembenar atau akibat adanya permintaan maaf.
"Jadi saya pikir kontradiktif antara apa yang rangkaian tuntutan tadi dengan kesimpulan akhir. Jadi saya pikir jaksa kebingungan memformulasikan ini," ujar Andre kepada wartawan, Senin (11/11).
"Dia menyatakan ada perbuatan, tapi tidak ada Mens Rea. Bagaimana itu. itu yang juga bikin kami bingung," imbuhnya.
Andre kembali bingung terkait ketiadaan Mens Rea bisa menghilangkan pidananya. Ia mempertanyakan hal tersebut sebagai pembenaran atau pemaafan.
"Karena ketiadaan mens rea itu bukan masuk sebagai apa benar, misalnya ada perintah jabatan atau dia misalnya dalam keadaan darurat, pembelaan terpaksa. Sama juga pemaaf, misalnya dia gangguan jiwa, tak ada pembelaan yang melampaui batas. Nah, itu kan mens rea itu tidak muncul dan tidak ada dalam salah satu alasan," ujar Andre.
Andre menyebut seharusnya JPU menegaskan dalam tuntutannya bahwa tidak ada perbuatan penganiayaan yang dilakukan oleh Supriyani. Apalagi berdasarkan fakta persidangan tidak menunjukkan bahwa Supriyani melakukan penganiayan tersebut.
"Jadi kami melihat bahwa sebenarnya sih lebih bagus kalau JPU menyatakan bahwa tidak ada perbuatan tersebut (penganiayaan), karena seperti tadi misalnya cuma satu fakta yang dikatakan bahwa pukul 08.00 sampai pukul 10.00 Wita ada peristiwa itu," tuturn Andre.
Namun, kata Andre, fakta yang menyebutkan Supriyani memukul korban secara spontan terbantahkan. Hal itu, berdasarkan kesaksian guru bernama Lilis.
"Sementara keterangan Ibu Lilis jam 09.00 Wita dia keluar, sementara ibu Supriani masih mengajar. Jadi kan ini aneh," tutur Andre.
Andre juga menyayangkan JPU tidak menguraikan secara detail kronologi kejadian penganiayaan yang didakwakan terhadap Supriyani. Apalagi, ada keterangan berbeda dari saksi anak soal waktu kejadian penganiayaan terhadap korban.
"Di dalam berkas perkara itu kan kompak mengatakan kejadian itu. Tapi di dalam fakta persidangan korban mengatakan (penganiayan pukul) 8.30 Wita, yang satu mengatakan jam 10.00 Wita, dan yang satu mengatakan tidak tahu. Lho kenapa bisa terjadi seperti itu," kata Andre.
Andre menilai hal tersebut akibat penyidik dan JPU tidak tegas membuktikan kejadian penganiayaan dilakukan Supriyani. Ia menyebut penyidik dan JPU hanya berdasarkan keterangan anak.
"Kemudian keterangan mereka menggunakan hasil visum at repertum. Ini kan sangat lemah sekali. Bahwa hasil visum at repertum itu jelas memar dan lecet, dan itu akibat kekerasan tumpul," kata Andre
"Kekerasan tumpul kan tidak bisa disimpulkan akibat apa, karena kekerasan tumpul itu banyak penyebabnya, bisa karena pukulan, bisa karena gesekan benda yang permukaannya kasar," imbuh Andre.
Sementara berdasarkan keterangan ahli forensik menyebutkan bahwa luka yang dialami korban adalah luka lecet akibat gesekan dengan benda permukaan kasar.
"Ahli forensik itu sudah mengatakan kemarin bahwa itu lukanya adalah luka lecet akibat gesekan dengan permukaan yang bendanya kasar. Bukan oleh pukulan itu disampaikan oleh ahli forensik," kata dia.
Andre pun menyindir JPU yang malu mengakui bahwa tidak ada kejadian penganiayaan dilakukan Supriyani. Meski Supriyani dituntut bebas oleh JPU, Andre mengaku akan tetap mengajukan pledoi.
"Tadi saya pikir bahwa mungkin jaksa karena malu saja mengakui bahwa sebenarnya tidak ada kejadian itu, sehingga membuat tuntutan yang aneh. Nanti kita lihatlah dan kita jawab di pledoi pembelaan," pungkasnya.