Walhi Aceh dan penggemar batu silang pendapat soal penambangan giok
Walhi anggap penambangan giok merusak lingkungan, penggemar batu sebut justru mendapat banyak manfaat.
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menuding eksploitasi batu giok besar-besaran di wilayah itu saat ini menyebabkan kerusakan lingkungan hingga timbul bencana. Tetapi, Gabungan Pecinta Batu Alam (GaPBA) Aceh menyangkal tuduhan itu.
Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur mengatakan, meskipun pengambilan batu giok dilakukan dengan cara penambangan tradisional, akan tetapi tetap saja akan menyebabkan terjadinya kerusakan hutan di Aceh. Sebab menurut dia giok berada dalam hutan, bahkan kadang terdapat dalam kawasan hutan lindung.
"Lambat atau cepat ini akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Tetap akan menyumbang terjadinya kerusakan lingkungan," kata Muhammad Nur dalam seminar tentang batu giok diselenggarakan oleh Komunitas Pemuda Peduli Aceh Sejahtera (Kopaja), Jumat (27/3).
Dikatakan Nur, kerusakan hutan saat ini di Aceh sudah mencapai 846 ribu hektar. Walhi memperkirakan dengan adanya penambangan giok besar-besaran di Aceh kerusakan lingkungan pada tahun ini bisa mencapai 1 juta hektar hutan.
"Tahun 2015 ini kita prediksikan akan naik menjadi 1 juta hektar hutan rusak dengan adanya penambangan giok," kata Nur.
Sementara itu, Ketua GaPBA Aceh, Nasrul Sufi tidak terima dengan tudingan dilontarkan oleh Walhi Aceh. Menurut dia, bencana terjadi di Aceh seperti banjir bandang di Tangse, longsor dan lainnya sudah terjadi jauh hari sebelum penambangan giok.
"Kita tidak setuju gara-gara giok ini terjadi bencana banjir. Banjir, longsor dan bencana lainnya di Aceh memang sudah grafik daerah alam terjadi di Aceh seperti itu," kata Nasrul.
Nasrul mengklaim justru dengan adanya tren giok di Aceh telah melahirkan lapangan kerja baru. Dia mengatakan anggota GaPBA di seluruh Aceh saat ini lebih dari 15 ribu. Menurut dia kebanyakan dari mereka dulunya menganggur, tapi sekarang memiliki pekerjaan menjual giok atau menjadi pengrajin asah batu cincin.
"Jadi ada banyak anak muda sekarang sudah terbebas pengaruh narkoba dan sejenisnya, tidak lagi berjualan barang haram itu. Mereka justru sekarang sudah ada pendapatan dari jualan batu cincin," ujar Nasrul.
Nasrul melanjutkan, bagi pengasah batu cincin saja mereka bisa mendapatkan pemasukan Rp 300 ribu saban hari. Belum lagi penjual giok. Sebab menurut dia berbisnis batu mulia tidak perlu modal besar atau toko.
"Mereka itu bisa berjualan di mana saja. Terutama banyak terjadi transaksi di warung kopi. Jadi warung kopi sekarang di Aceh sudah berubah menjadi pasar giok," tambah Nasrul.
Kendati demikian, Nasrul menyatakan selalu mengingatkan para pencari batu giok tidak merusak lingkungan. GaPBA Aceh, menurut dia, selalu memberikan pendidikan kepada anggotanya dan masyarakat buat mengambil batu ada di permukaan tanpa ada penggalian bisa merusak lingkungan.