Waspadai Maraknya Info Hoaks dan Intoleransi di Media Sosial
Kebebasan berekspresi semestinya mendorong lahirnya pengakuan hak bagi sesama warga negara untuk bersuara. Namun kebebasan ini seperti kebablasan sehingga melahirkan praktik intoleransi karena menyerang orang lain yang dianggap berbeda.
Kebebasan berekspresi semestinya mendorong lahirnya pengakuan hak bagi sesama warga negara untuk bersuara. Namun kebebasan ini seperti kebablasan sehingga melahirkan praktik intoleransi karena menyerang orang lain yang dianggap berbeda.
"Biasanya karena intoleransi itu lahir dari rasa ketidaksukaan terhadap sesuatu atau orang lain, maka kemudian mereka ini menolak hak-hak dasar yang dijamin oleh konstitusi. Lalu, kalau kemudian dari intoleransi dia mendukung kekerasan itu sudah bentuk radikal," ujar Peneliti senior di Wahid Foundation Alamsyah M. Djafar dalam keterangannya, Rabu (13/11).
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Bagaimana cara mengecek kebenaran berita hoaks tersebut? Penelusuran Mula-mula dilakukan dengan memasukkan kata kunci "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina" di situs Liputan6.com.Hasilnya tidak ditemukan artikel dengan judul yang sama.
-
Siapa yang diharuskan bertanggung jawab atas konten hoax di media digital? Dalam peraturan itu dijelaskan bahwa apabila ada konten hoaks, yang pertama kali bertanggung jawab adalah platformnya, bukan si pembuat konten tersebut.
-
Apa yang Soeharto katakan tentang berita hoaks yang mengarah ke Tapos? Memberitakan dengan tujuan negatif, karena mereka tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Tapos ini," jelas Soeharto dikutip dari akun Instagram @jejaksoeharto. Karena memikirkan ini peternakan dari Presiden, padahal bukan peternakan Presiden, ini sebenarnya punya anak-anak saya yang saya mbonceng untuk mengadakan riset dan penelitian," kata Soeharto menambahkan.
-
Apa yang dikatakan Menteri AS tentang Kominfo dalam berita hoaks yang beredar? Judul berita itu mencatut situs berita Liputan6.com, berjudul; "Menteri Amerika klaim: Kominfo Indonesia sangat bodoh, Databesa Negaranya dihacker tidak tau, karena terlalu sibuk ngurus Palestina."
Lebih lanjut, Alamsyah menyampaikan, ada ciri-ciri tertentu kelompok yang memiliki paham intoleransi. Karena tidak setiap kelompok yang berbeda atau eksklusif termasuk dalam kelompok berpaham intoleransi.
Menurutnya, intoleransi bisa muncul semata-mata bukan karena adanya perbedaan, tetapi lebih kepada adanya politisasi kebencian. Ada situasi di mana ada praktik politisasi kebencian terhadap kelompok tertentu.
"Yang sebetulnya menjadi masalah adalah adanya praktik politisasi, ada kelompok atau pihak yang menggunakan isu-isu ketidaksukaan terhadap kelompok yang lain, bisa macam-macam seperti LGBT, Yahudi dan sebagainya sehingga berkembang intoleransi di masyarakat," katanya.
Dia mengatakan kalau mau mengurangi intoleransi seharusnya mengurangi politisasi kebencian. Karena itu, Alamsyah berpendapat pentingnya mengurangi kebencian di antara masyarakat sehingga tidak ada lagi intoleransi atau membenci orang yang dianggap berbeda. Dan untuk hal ini tentunya sangat berkaitan dengan media sosial.
"Jadi ketika media sosial banyak menginformasikan berita-berita berisi kebencian, berisi hoaks, berisi intoleransi, maka hal itu dapat mempengaruhi atau berpotensi mempengaruhi orang untuk membenci kelompok lain berdasarkan informasi yang ada. Artinya kalau kita mau mengurangi maka kita harus bisa membatasi informasinya, terutama yang mengandung kebencian dan kekerasan, karena itu melanggar hukum," jelasnya.
Alumni Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan sudah semestinya masyarakat harus memperkuat persatuan dengan perbedaan yang ada. Dirinya pun meminta masyarakat harus berpikiran lebih terbuka ketika menyikapi adanya perbedaan.
"Yang perlu kita atasi itu bukan pada perbedaannya, tapi bagaimana mengelola perasaan atau sikap tidak suka tersebut. Berpikir lebih jernih ketika menemui pandangan-pandangan yang dia tidak suka, bahkan dia tentang itu," tuturnya.
Untuk itulah Alamsyah mengatakan bahwa masyarakat harus diberikan informasi yang lebih beragam sehingga mereka tidak hanya menerima informasi dari satu pihak.
"Jadi bukan hanya terpapar yang kiri saja, tetapi ada yang tengah dan ada yang kanan. Kalau ada informasi baru dia bisa respons lagi. Itu juga salah satu cara menangkal intoleransi di media sosial," tandasnya.
Baca juga:
Menkominfo Telusuri Konten Ajaran Terorisme di Media Sosial
Kutip Data BNPT, Menag Sebut Banyak Orang Indonesia Belajar Agama di Internet
Pemerintah Pantau Medsos Peserta CPNS Tangkal Radikalisme
Deretan Fakta Soal Pornografi Online, Ternyata Dominasi Dunia Internet!
WhatsApp Perkenalkan Fitur Agar Tak Diundang di Chat Grup
Twitter Akan Usung Perubahan Besar di 2020, Apa Saja?