21 Daerah di Jateng Bentuk Desa Anti Politik Uang Jelang Pilkada
Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah (Bawaslu) Jawa Tengah membentuk desa anti politik uang di 21 Kabupaten untuk mencegah tindak kecurangan selama Pilkada 2020.
Badan Pengawas Pemilu Jawa Tengah (Bawaslu) Jawa Tengah membentuk desa anti politik uang di 21 Kabupaten untuk mencegah tindak kecurangan selama Pilkada 2020.
"Kita bentuk tim, di mana di setiap desa akan ada pengawas yang terdiri dari warga desa setempat. Peran warga tersebut melakukan pengawasan, mereka berhak lapor ke kita setiap ada pelanggaran," kata Ketua Bawaslu Jateng, Fajar Saka Arif, Rabu (2/10).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Siapa yang berpartisipasi dalam Pilkada Serentak 2015? Pilkada serentak 2015 digelar untuk daerah-daerah dengan masa jabatan kepala daerah yang habis pada periode 2015 sampai Juni 2016.
Dia menyebut untuk kerawanan yang perlu diwaspadai oleh Bawaslu berkaitan dengan manipulasi data pemilih menjelang hari H coblosan. Terkait data pemilih bisa meminimalisir dengan berbagai tahapan pengawasan.
"Jadi untuk tahun depan kita akan perketat lagi karena pasti akan muncul kecurangan dengan memanipulasi data pemilih yang lebih masif," terangnya.
Menurutnya manipulasi data pemilih merupakan kecurangan yang paling sering muncul tiap Pemilu. Karena hal itu dipengaruhi persaingan antar calon yang terlampau tinggi.
"Itu kejadian paling klasik yang sering kita temui di lapangan. Maka kita upayakan sebisa mungkin coklit yang dilakukan harus benar-benar valid. Nanti akan perkuat data pemilihnya," ujarnya.
Mengenai mobilisasi ASN yang bakal merebak di setiap kabupaten hingga desa. Rata-rata kepala daerahnya dicalonkan oleh partainya, di sinilah kemungkinan adanya aksi politik uang yang biasanya meninggi di waktu mendekati coblosan.
"Ini yang bisa dikatakan rawan, potensi mobilisasi ASN dan politik uang sangat tinggi. Ini kita minta kepala daerah yang nyalon untuk berhenti memberikan tekanan politik kepada para ASN dan kades-kadesnya," ujarnya.
Selain itu, kata Fajar mendesak KPU untuk segera merevisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. "Kita minta dorongan DPR untuk revisi Undang-undang UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Sehingga Bawaslu bisa menindak dan mengadili para pelaku pelanggaran pemilu," tutupnya.
Baca juga:
Dengan Anggaran Rp7 M, Bawaslu Siap Awasi Pilwalkot Solo
Mendagri, KPU, dan Bawaslu Bahas Persiapan Pilkada 2020 dengan Komisi II DPR
Mendagri Dukung Larangan Eks Koruptor Nyaleg
Larangan Eks Napi Koruptor Maju, Bawaslu Minta Jokowi Revisi UU Pilkada
UU Pilkada Dinilai Lemah, Bawaslu Ajukan Judicial Review ke MK