Ada calon tunggal, KPU tolak terbitkan aturan soal bumbung kosong
Kecuali jika pemerintah menerbitkan Perppu atau merevisi undang-undang, KPU akan menjalankan.
Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan bila pemerintah hendak mengubah sistem pemilihan calon kepala daerah terkait adanya calon tunggal di beberapa daerah harus terlebih dahulu paham mekanisme pemilihan. Namun, perubahan itu harus setingkat undang-undang.
"Sekali lagi pahami, mau di atur apa saja silakan, tapi itu dibuat dalam level undang-undang," tegas Hadar saat ditemui di gedung KPU, Jakarta Pusat, Jalan Imam Bonjol, Selasa(4/8).
"Jangan minta kami (KPU) yang mengatur, jangan juga minta publik yang mengatur, kami ini penyelenggara," imbuhnya.
Menurut Hadar, KPU menjalankan sistem pemilihan yang syaratnya tiap daerah harus memiliki sedikitnya dua calon pasangan yang bertarung di Pilkada, sesuai aturan PKPU Nomor 12 Tahun 2015. Daerah yang hanya memiliki calon tunggal maka penyelenggaraan pilkada harus diundur sampai 2017 nanti.
"Sistem pemilihan KPU adalah sekurang-kurangnya ada dua pasangan calon kepala daerah yang maju di Pilkada. Itu namanya sistem pemilihan," ujar Hadar.
Terkait dengan usulan bumbung kosong, Hadar menyatakan, hal itu menjadi urusan pemerintah dan KPU jangan diminta membuat aturan.
"Nah sekarang mau diganti sistemnya kalau ada satu pasangan, satu bumbung kosong. Itu bicara sistem. Sistem itu bicara prinsip. Bukan KPU yang mengatur. KPU enggak mau," tegasnya.
Seandainya pun pemerintah menerapkan sistem bumbung kosong karena alasan tertentu, KPU mau tidak mau akan mengikuti Perppu tersebut. "Kami ikut sajalah. Kalau pemerintah menganggap ini harus ada Perppu ya silakan. Perppunya seperti apa ya silakan," ucapnya.
Kecuali, sambung Hadar, KPU diminta masukan oleh pemerintah. "Orang bisa saja beda pandangan, oh itu bukan demokrasi hanya satu. Ada yang bilang oh itu justru bagus, karena masyarakat diberi kesempatan menyatakan tidak setuju," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan solusi tentang aturan calon tunggal itu. Salah satunya dengan metode bumbung kosong, seperti yang terjadi dalam pemilihan kepala desa jika hanya ada satu calon saja.
"Kami dan Menteri Hukum dan HAM, Dirjen Otda, sudah rapat dengan sesama Eselon I di bawah koordinasi Sesmenko Polhukam menyiapkan berbagai opsi seandainya besok mendadak harus ada ratas kabinet untuk membahas masalah ini. Walaupun masih tanggal 9 Desember, tetapi kan harus opsi-opsi ini harus kita bahas," kata Tjahjo.
"Satu pasang pun harus diperhatikan hak konstitusionalnya dalam pilkada. Apakah mekanismenya menggunakan sistem Pilkades dengan sistem bumbung kosong," paparnya.
Risikonya, apabila masyarakat di daerah tersebut banyak yang memilih bumbung kosong ketimbang pasangan calon yang diusung parpol, maka Kementerian Dalam Negeri akan menunjuk Pelaksana Tugas Kepala Daerah untuk ditempatkan di daerah tersebut.
"Kalau gubernur (penunjukan) lewat Keppres, bupati-walikota dengan surat keputusan Mendagri," terang Tjahjo.
Meski baru mengungkap dua opsi, namun Tjahjo mengatakan, kemungkinan masih ada opsi lain yang potensial diajukan sesuai kesepakatan berbagi pihak.
Sekadar informasi, Bumbung kosong adalah kertas bergambar kosong yang disandingkan dengan calon tunggal di surat suara pemilihan kepala daerah. Jika kertas kosong yang menang, maka calon kepala daerah tersebut tak boleh lagi nyalon, kepala daerah ditunjuk langsung pemerintah.