Agar Prajurit TNI dan Anggota Polri Tak Lagi Berbenturan di Lapangan
Prajurit TNI dan Polri kembali terlibat konflik di lapangan. Terbaru, insiden di Jeneponto. Terjadi perselisihan antar kedua abdi negara tersebut.
Prajurit TNI dan Polri kembali terlibat konflik di lapangan. Terbaru, insiden di Jeneponto. Terjadi perselisihan antar kedua abdi negara tersebut.
Berawal dari anggota Yonif Raider Kodam 5/Brawijaya menjadi korban pengeroyokan yang diduga dilakukan anggota Polres Jeneponto, pada Rabu (26/4) dini hari.
-
Di mana terjadi baku tembak antara TNI-Polri dan KKB di Intan Jaya? Rentetan kontak senjata antara TNI-Polri dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua terjadi di Kabupaten Intan Jaya sejak Minggu (21/1) hingga Selasa (23/1).
-
Kapan baku tembak antara TNI-Polri dan KKB terjadi di Intan Jaya? Rentetan kontak senjata antara TNI-Polri dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua terjadi di Kabupaten Intan Jaya sejak Minggu (21/1) hingga Selasa (23/1).
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
-
Bagaimana prajurit TNI ini bertemu dengan calon istrinya? Lebih lanjut ia menceritakan bahwa awal perkenalan keduanya bermula dari media sosial. Menariknya selama berpacaran 3 tahun mereka hanya bertemu satu kali saja di kehidupan nyata.
-
Apa yang berhasil diamankan oleh prajurit TNI? Menariknya, penyusup yang diamankan ini bukanlah sosok manusia. Salah satu tugas prajurit TNI adalah menjaga segala macam bentuk ancaman demi kedaulatan dan keselamatan bangsa Indonesia.
Keesokan harinya, Kamis (27/4) sekira pukul 01.45 WITA, Mapolres Jeneponto diduga diserang menggunakan batu dan bom molotov oleh sekelompok Orang Tak Dikenal yang berjumlah sekitar 100 orang.
Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Beni Sukadis mengatakan, dua kasus tersebut seharusnya tidak terjadi.
"Menurut saya ada situasi yang sulit dijelaskan mengapa hal ini bisa terjadi jika kedua pihak tidak melakukan evaluasi ke internal mereka (TNI dan Polri) tentang disiplin dan penghormatan hukum, dan lainnya," kata Beni Sukadis ketika dihubungi merdeka.com.
"Tentu saja serangan ke Polres tidak dapat dibenarkan. Tapi soal disiplin dan penghormatan atas hukum terkait pemukulan anggota TNI harus jadi perhatian. Kok, Polisi gampang saja mencurigai dan memukuli siapa saja (kebetulan anggota TNI) secara serampangan," lanjutnya.
Beni menuturkan, terdapat beberapa faktor penyebab peristiwa tersebut. Di antaranya kurang disiplin dan penghormatan hukum oleh kedua oknum anggota TNI dan Polisi.
Perilaku esprit decorps yang salah kaprah oleh oknum TNI, dan faktor komunikasi yang macet di antara kedua institusi ini. Beni juga memberikan beberapa langkah yang dapat diambil.
"Proses rekrutmen yang lebih ketat bagi kedua institusi, pimpinan kedua institusi harus memberikan contoh yang baik bagi Aparat di bawah. Pendidikan awal akademi digabung selama 1 semester, penegakkan disiplin di semua lini (atasan dn bawahan), evaluasi menyeluruh bagi sistem organisasi dan SDM kedua institusi. Membangun mekanisme komunikasi yang terbuka secara internal dan eksternal institusi," kata Beni.
Senada dengan Beni, Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, setiap kasus benturan yang melibatkan anggota TNI dan Polri harus dihukum dan didisiplinkan.
Dia menjelaskan, TNI-Polri memang didesain sebagai alat kekerasan negara dalam rangka menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah, melindungi masyarakat, memelihara keamanan dan menegakkan hukum.
"Maka menghilangkan 'budaya' kekerasan di lingkungan TNI-Polri menurut saya adalah gagasan yang naif. Pertama, mereka memang ditempa untuk mampu melakukan kekerasan yang sepatutnya. Sehingga yang masih mungkin dilakukan adalah meminimalisir peluang tindakan impulsif dan kekerasan eksesif," ucap Khairul Fahmi.
Kedua, mental kompetitif dan potensi kekerasan antara dua kelompok kuat ini merupakan masih sangat mungkin dikelola dan dialihkan pada hal-hal yang lebih positif dan berorientasi pada prestasi.
"Ketiga, menghilangkan budaya kekerasan itu tidak relevan dengan fakta bahwa kekerasan fisik antarkelompok juga tetap sangat potensial terjadi di lingkungan yang dianggap jauh dari budaya kekerasan," lanjutnya.
Di sisi lain, kata Khairul, Polri masih memiliki masalahnya sendiri atas beberapa masalah yang memperburuk reputasi institusinya. Sedangkan, para anggota TNI di lapangan sebagai bagian dari masyarakat juga tidak terlepas dari persepsi yang menganggap polisi itu buruk.
"Nah ketika terjadi perselisihan yang mungkin sebenarnya sepele, persepsi itu memicu ketidakpuasan. Oleh karena itu penting untuk mengingatkan para anggota Polri agar berhati-hati, menjaga sikap dan perilakunya dalam pergaulan di tengah masyarakat," sambung Khairul.
Pengingat tersebut dikarenakan anggota Polri memiliki kekuatan fisik dan mempunyai kekuatan lain yang jelas tidak dimiliki anggota TNI di tengah masyarakat, yaitu kewenangan bertindak atas nama hukum.
Untuk solusi agar meminimalisir benturan antara TNI-Polri, Khairul memberikan saran seperti mengelola dan mengalihkan kegiatan pada hal-hal yang lebih positif dan berorientasi pada prestasi.
"Yang sederhana misalnya, kompetisi olahraga dimana para anggota TNI dan Polri tidak bersaing satu sama lain, tapi mereka dicampur dan dibagi dalam kelompok-kelompok yang akan berkompetisi," tutupnya.
Reporter Magang: Alya Fathinah
(mdk/rnd)