Anas senang Presiden SBY kritik dinasti politik
"Tafsir saya ketika pak SBY mengkritik sistem dinasti berarti dia mendukung meritokrasi," kata Anas.
Pendiri Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Anas Urbaningrum, mendukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkritik dinasti politik yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Anas menilai sistem meritokrasi yang menjadi pedoman politik dirinya kini mulai dipakai SBY.
"Seminggu lalu saya berseri-seri, senang, ketika pak SBY mengkritik sistem dinasti. Itu secara nilai setuju dengan meritokrasi politik. Secara umum pak SBY percaya dengan meritrokasi, berarti SBY cocok dengan PPI karena dia mengritik sistem dinasti," kata Anas.
Hal ini disampaikan Anas dalam dialog pergerakan 'Dinasti versus Meritokrasi politik' di Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat (18/9).
Menurut Anas, untuk membangun demokrasi yang sempurna, sistem meritokrasi harus diutamakan. Hal tersebut diperlukan dalam proses rekrutmen jajaran pemerintah guna menempatkan seseorang pada jabatan yang sesuai dengan kemampuan, kecakapan dan prestasinya.
"Kita harus mendukung kritikan SBY itu, beliau ingin meritokrasi semakin lebar, semakin mekar di pusat dan di daerah. Bagi saya SBY adalah orang yang setuju meritokrasi, dan itu sistem yang cocok untuk membangun demokrasi," paparnya.
Selama terjun di dunia politik, sistem Meritrokasi yang dianutnya sering kali menjadi gesekan antara politikus lainnya di Partai Demokrat atau partai-partai lain. Anas pun menilai karena sistem itu pula lah dirinya dikeluarkan dari partai berlambang Mercy.
"Tafsir saya ketika pak SBY mengkritik sistem dinasti berarti dia mendukung meritokrasi. Bagi saya ini pilihan yang cocok buat membangun demokrasi. Saya justru menilai positif banyak yang menyerang cara itu, untuk itu saya mendukung pak SBY," katanya.
Seperti diketahui, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara mendadak memberikan pernyataan terkait sejumlah isu yang berkembang belakangan. Kali ini, giliran kasus di daerah yang melibatkan pejabat-pejabatnya memiliki kekerabatan.
Meski tak menyebut secara langsung, tetapi Presiden SBY menyinggung adanya posisi di jajaran pemerintah daerah yang diisi oleh kerabat-kerabatnya sendiri. Hal tersebut merujuk pada Pemda Banten yang hampir pucuk pimpinan daerah diisi oleh kerabat dan keluarganya sendiri. Presiden mengatakan hal tersebut tidaklah patut.
"Meskipun UUD 1945 maupun UU tidak pernah membatasi siapa menjadi apa posisi di pemerintahan, apakah ayah, ibu, anak, adik itu menduduki posisi-posisi di jajaran pemerintahan, tetapi saya kira, kitalah yang mesti memiliki norma batas kepatutan. Yang patut itu seperti apa, yang tidak patut juga seperti apa," katanya di Istana Merdeka tak lama setelah pertemuan dengan Perdana Menteri India, Manmohan Singh, Jumat (11/10) petang.