Anas Urbaningrum Singgung Gantung di Monas & Kezaliman Hukum: Bertaubatlah!
"Kemudian minta maaf pada yang menciptakan manusia. Menciptakan kita semua. Minta maaf kalau saya bergetar soal ini," katanya.
Hal itu ia sampaikan saat pidato politik di Monas.
Anas Urbaningrum Singgung Gantung di Monas & Kezaliman Hukum: Bertaubatlah!
Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Anas Urbaningrum menggelar pidato politik di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Lokasi tersebut dipilih, lantaran sempat viral setelah ucapannya 'Gantung Anas di Monas jika terlibat sepeser pun korupsi Hambalang.'
- Jelang HUT ke-78 TNI, Panglima Yudo & Kapolri Senam Bareng hingga Deretan Alutsista Mejeng di Monas
- Anas Urbaningrum: Gantungkan Harapanmu di Atas Langit, di Bawah Langit Ada Monas
- Ditanya Siapa Berbuat Zalim Hukum, Anas Urbaningrum: Yang Melakukan Pasti Merasa
- Hari Ini, Anas Urbaningrum Pidato di Monas Jawab Janji Digantung jika Terlibat Korupsi Hambalang
Pidato politiknya itu bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-54. Anas berkali-kali menyinggung kezaliman hukum dalam isi pidato politiknya.
Ia meminta 'orang' yang pernah berbuat zalim hukum segera bertaubat.
"Bagi yang pernah melakukan kedzaliman hukum bertaubatlah. Tidak perlu minta maaf kepada Anas, Itu bukan sesuatu bagi saya. Tetapi cara taubat baik jangan mengulangi lagi,"
kata Anas dalam pidatonya di lapangan silang Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7).
Namun, dia tidak memerlukan pihak yang pernah melakukan kezaliman untuk meminta maaf kepadanya.
Dia hanya ingin yang bersangkutan tak mengulangi kembali perbuatannya.
"Kemudian minta maaf pada yang menciptakan manusia. Menciptakan kita semua. Minta maaf kalau saya bergetar soal ini," katanya.
Ia berharap kezaliman hukum hanya terjadi kepadanya. Bukan putra bangsa lainnya.
"Jangan diulangi lagi boleh tejadi pada Anas tapi tidak boleh terjadi pada anak anak bangsa lain," katanya.
Dalam peristiwa hukum yang menimpanya, Anas meminta sejumlah pihak memetik hikmah.
Bahwa, tidak lagi boleh terulang apapun jenis suku, ras dan agamanya.
"Tapi harus ada hikmah yang dipetik bangsa ini bahwa tidak boleh terjadi lagi pada anak bangsa Indonesia apapun agamanya, apapun suku, ras, partainya, warna kulitnya apapun orientasi politiknya," tuturnya.
Ia beranggapan bahwa semua orang tidak ada yang memiliki derajat yang lebih tinggi maupun lebih rendah di mata hukum.
Terlebih tidak ada yang dipandang istimewa.
Selanjutnya ia pun menyinggung soal Monas yang dinyatakannya sebagai lokasi gantung dirinya. Monumen yang pernah dibangun oleh Presiden pertama, Soekarno sebagai bentuk mengenang revolusi kemerdekaan. Dikatakannya tugu Monas dibangun untuk mengenang para pahlawan kenangan, ingatan, dan memori, termasuk harapan para pendahulunya. Lalu tersimpan juga nilai-nilai dasar reporodulsi yang menjadi nilai-nilai patriotisme, ia menyebut hal itu sebagai mahkotanya keadilan.
"Artinya adalah hukum yang tegak tetapi keadilan roboh maka sesungguhnya hukum itu roboh dengan sendirinya. Hukum yang ditegakkan tanpa mempertimbangkan azas keadilan bahkan melecehkan azas keadilan itu adalah hukum yang secara yuridis dan sosial sesat,"
ujar dia.
"Maka mahkota Indonesia hari ini ke depan dan sampai kapanpun tidak boleh lepas dari nilai keadilan. Karena kalau mahkota Indonesia yang sedang kita bangun bersama dibangun oleh pemerintah, dibangun oleh seluruh potensi bangsa ini kemudian abai terhadap keadilan maka sesungguhnya kita tidak sedang membangun Indonesia,"
katanya.
Ia bahkan sempat menyinggung pihak-pihak yang menjadikan hukum sebagai alat untuk menyingkirkan seseorang.
Apalagi di tahun yang memasuki kampanye politik 2024 yang menurut dia harus bertanding secara kesatria. "Jangan pakai tangan pihak lain. Itu pertandingan yang terbuka, kesatria, objektif, karena dalam pertandingan yang kesatria kalah menang itu soal lain," tuturnya.