Anies Sindir Program Prabowo soal Stunting: Enggak Cukup Dikasih Makan Siang, Sudah Terlambat
"Kami ditegur pemerintah pusat kalau belanjanya belum habis, kita ditegur kalau uangnya mampir di bank. Tapi kita tidak ditegur untuk isu kesra," kata Anies.
Menurut Anies, pemerintah pusat pun lebih peduli dengan penggunaan anggaran belanja dibanding pelayanan kesehatan.
- Anies Kritik Pemerintah Kumpulkan Pemda Hanya Bahas Anggaran: Tak Pernah Urusan Stunting atau Ibu Hamil
- Cara Anies Atasi Kepentingan Partai dan Masyarakat Jika Bertabrakan
- VIDEO: Anies Sindir Ada Gubernur DKI Tak Tuntas Janji Jabat 5 Tahun: Jangan Hukum Saya
- VIDEO: Anies Buka Rahasia Lama Tolak Tawaran Prabowo Jadi Cawapres untuk Pilpres 2019
Anies Sindir Program Prabowo soal Stunting: Enggak Cukup Dikasih Makan Siang, Sudah Terlambat
Calon presiden (capres) nomor urut satu Anies Baswedan menanggapi upaya pengentasan stunting, yang belakangan menjadi fokus para paslon, baik lewat makan siang gratis, bagi-bagi susu hingga telur.
Menurutnya, saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, pemerintah pusat pun lebih peduli dengan penggunaan anggaran belanja dibanding pelayanan kesehatan.
“Saya nggak usah ulang di depan teman-teman semuanya karena itu kemampuan belajar, kualitas fisik jauh di bawah harapan. Tapi penanganannya tidak bisa di masa sekolah, jadi enggak cukup dikasih makan siang, sudah terlambat. Enggak cukup. Jadi yang dikasih makan siang ibu hamil, bukan anak yang sudah, ibu-ibu hamil itu yang harus nutrisinya cukup karena di situ yang kita butuhkan,” tutur Anies Anies dalam acara Desak Anies di Halt Patiunus, Jakarta Selatan, Kamis (18/1/2024).
Dia menegaskan, intervensi penanganan stunting mesti dilakukan sejak usia dini, bahkan saat masih dalam kandungan. Pemerintah mesti memastikan kesehatan ibu hamil.
“Ini krusial sekali. Kemudian seribu hari pertama usia bayinya itu yang harus dipastikan. Pastikan juga imunisasinya tuntas, pola asuh benar, jadi bukan hanya bicara satu jenis makanan, tapi kita harus memastikan pola asuh benar, imunisasi benar di usia anak-anak,” jelas dia.
Yang tidak kalah penting, lanjut Anies, pemerintah tidak boleh membuat para ibu hamil dan yang baru melahirkan kerepotan dalam urusan pelayanan. Peduli kepada ibu hamil artinya melindungi setiap calon warga negara Indonesia.
“Apapun status dia, sebutlah status dia nggak jelas, KTP-nya nggak jelas, rumahnya nggak jelas, itu kan ibunya, anaknya dosa apa? Nggak punya dosa dia. Kenapa kita hukum itu? Ini aneh sekali, bayi itu nggak usah ditanya KTP-nya di mana, dan dia juga belum punya warga negara,” katanya.
“Oleh karena itu kalau ibu hamil, KTP apa pun, kondisi sosial agama apapun, negara harus membantu apa yang dibutuhkan karena kita sedang menyelamatkan bayi di dalam kandungannya,” sambung dia.
Soal aturan pelayanan publik memang dikelola oleh pemerintah daerah. Namun begitu, kata Anies, pemerintah pusat harus memberikan petunjuk atau guideline.
“Ini concern kami. Saya pernah di pemerintahan daerah, dan kita tidak ditegur dalam urusan-urusan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil, pelayanan kesehatan untuk anak usia dini, tidak. Kami ditegur pemerintah pusat kalau belanjanya belum habis, kita ditegur kalau uangnya mampir di bank. Tapi kita tidak ditegur untuk isu-isu kesra (kesejahteraan rakyat),” tukasnya.
Ke depan, Anies menegaskan siap membuatkan sistem agar setiap bupati, wali kota, gubernur, memiliki indikator kesehatan yang harus dipenuhi di wilayahnya masing-masing. Dengan begitu, para kepala daerah hingga dokter tidak perlu saling bertarung meminta kelebihan anggaran hingga fasilitas.
“Karena mereka melihat di lapangan, tapi keputusan politiknya tidak ada, nah dari pemerintah pusat kalau tidak ada dorongan, dorongan dari pusat apa? Tunjukkan dengan faktanya daerah anda butuh A, B, C, D, maka APBD-nya harus dialokasikan, kalau tidak transfer dari pusat akan dikurangi. Jadi, ada tekanan dari pusat karena kalau tidak akan sulit sekali,” ujarnya.
Kembali ke persoalan program penanganan stunting yang dijanjikan paslon presiden-wakil presiden lainnya, baginya sangat perlu mempertimbangkan kondisi kesehatan masyarakat itu sendiri. Penggunaan susu misalnya, hal itu tidak dapat diterapkan pada anak-anak yang menderita intoleransi laktosa atau lactose intolerance.
Ketimbang susu atau bahkan sumber pangan hasil impor, Anies menyoroti Indonesia yang kaya dengan hasil laut.
“Kita punya sumber pangan dari laut yang banyak, sehingga nutrisinya ya, bukan harus jenis susu. Kalau dari susu nanti pabrik-pabrik susu yang akan hidup dari proyek ini. Tapi kalau kita dorong ikan, maka kita akan dapat ikan itu di semua tempat dengan mudah,” terangnya.
“Di danau dapat, di laut dapat, dan harganya terjangkau, aksesnya mudah. Bila anak dibiasakan dari awal untuk makan makanan sehat yang produksinya di dalam negeri dengan mudah, maka ke depan dia terlatih untuk tidak menjadi konsumen impor-impor luar,” Anies menandaskan.