Aturan gugatan dipertanyakan bila pilkada calon tunggal menyimpang
Supaya tak bikin rumit, MK diminta segera merevisi nomor 1,2 dan 3 Tahun 2015.
Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Arie M Haikal, menyoroti keabsahan pemilih dalam sengketa hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), apabila terjadi gugatan nantinya. Sebab, MK telah menetapkan pilkada hanya diikuti calon tunggal tetap bisa dilaksanakan.
"Saat ini kami menyoroti kedudukan hukum dalam perselisihan hasil di MK. Misal, pasangan calon tunggal terpilih dengan suara terbanyak, namun ditemukan dugaan kecurangan yang begitu massif. Maka siapakah yang berhak mengajukan permohonan sengketa ke MK? Mengingat hanya ada satu calon pasangan saja," kata Haikal di Cafe Deli, Jakarta Pusat, Minggu (11/9).
Haikal mengatakan, peraturan MK nomor 1 tahun 2015 menyatakan yang berhak mengajukan sengketa pilkada hanya pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta pasangan calon walikota dan wakil walikota. Menurut dia, semua warga negara yang memiliki hak memilih atau pemilih berhak mengajukan permohonan yang sama.
"Sengketa hasil pemilu ini, pemilih sebagai subjek utama dalam mekanisme demokrasi prosedural/pilkada seharusnya dapat mengajukan hak pilih dan gugatan ke MK, dengan kurun waktu 3 hari," papar Haikal.
Untuk sistem pemilihan, lanjut Haikal, para pemilih bisa menggunakan dua cara. Yakni pemilih secara sendiri-sendiri mengajukan permohonan (Citizen Law Suit), atau melalui mekanisme gugatan perwakilan kelompok, yang diwakilkan kepada wakil kelompok yang merasa dirugikan atas pelaksanaan pemilu yang tidak jujur dan adil (class action).
"Dan dalam pengajuan gugatan tersebut, pemilih juga diharuskan dengan penyesuaian terlebih dahulu dengan mekanisme sengketa hasil di MK. Misal, penggugat harus warga negara yang memang terdaftar di satu daerah itu (tidak lintas daerah), waktu melakukan gugatan selama 3 hari, tak boleh lebih. Sehingga jelas siapa saja yang mengisi kolom tak setuju," ucap Haikal.
Haikal menambahkan, dia berharap MK merevisi peraturan MK nomor 1,2 dan 3 Tahun 2015 terkait prosedur dan tata cara pengajuan gugatan perselisihan hasil pilkada.
"Saya minta peraturan itu direvisi, sehingga pemilih baik sendiri maupun berkelompok memiliki hak untuk mengajukan permohonan sengketa hasil pilkada. Sehingga desain hukum dalam pemilu ini jelas, jujur, dan adil," tutup Haikal.