Bagaimana cara mantan presiden kritik biar pemerintah tak sakit hati
Sebagai ketua umum partai, kritik SBY sulit dipisahkan dari kepentingan politik.
Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku ada elemen di lingkar Istana yang tak suka dengan kritik yang disampaikannya. Oleh sebab itu, SBY menghilang sejenak untuk tak mengkritik pemerintah. Lantas bagaimana cara mantan presiden kritik biar pemerintah tak sakit hati?
Pengamat politik Ray Rangkuti menilai SBY harus meninggalkan jabatan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, jika ingin mengkritik pemerintah. Apabila SBY masih menjabat Ketua Umum Partai Demokrat akan syarat kepentingan politik.
"Kritik itu tidak melihat apa yang dulu dilakukannya, susah dia (SBY) Ketum parpol, dia (SBY) harus meletakkan jabatan Ketum dulu," ujar Ray Rangkuti saat dihubungi merdeka.com, Selasa (9/2).
SBY, kata dia, mantan Presiden RI-6 harus lebih berhati-hati dalam mengkritik kebijakan pemerintah kabinet kerja. Meski kritiknya membangun, SBY mempunyai partai yang berada di parlemen. Oleh sebab itu, pihak istana beranggapan adanya kepentingan politik.
"Kritik boleh-boleh saja, karena presiden dulu jadi harus hati-hati dia (SBY) mengkritik," kata dia.
Selain itu, dia menilai jika ada elemen di lingkar Istana yang tak suka dengan kritik yang disampaikannya. Bahkan hingga mengirimkan pesan yang tak membuat nyaman SBY. SBY harus melaporkan ke polisi, jika ada unsur ancaman atau teror.
"Kalau ancaman lapor ke polisi jangan membuat seolah-olah istana negatif. Apabila itu pesan pemberitahuan SBY tak usah takut," ujar dia.
Sebelumnya, Presiden ke enam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kerap menyampaikan pandangannya tentang kebijakan yang diambil oleh pemerintah Presiden Jokowi. Melalui media sosial, SBY sering sampaikan sejumlah pandangan dan pengalamannya selama 10 tahun memimpin negeri.
Namun beberapa bulan belakangan ini, SBY sempat menghilang berkomentar tentang pemerintah. Karena ada elemen di lingkar Istana yang tak suka dengan kritik yang disampaikannya.
"Saya masih ingat kalau tidak salah dulu sekian bulan lalu, ketika saya sekali-sekali melepas Twitter, ada pihak yang tidak suka, ada elemen di lingkar kekuasaan yang tidak nyaman bahkan mengirim pesan kepada saya," kata SBY dalam wawancara itu dikutip merdeka.com, Selasa (9/2).
Menurut SBY, ini negara demokrasi siapa pun berhak bicara. Dia bahkan menyindir ada orang yang dulu vocal mengkritik pemerintah namun ketika sekarang berada di kekuasaan justru tak mau dikritik.
"Saya pikir ini negara demokrasi tentu siapa pun termasuk saya punya hak untuk berbicara. Dan memang politik itu, kalau saya, saya ingat dulu banyak yang ketika dulu tidak berada di kekuasaan kritisnya luar biasa, menyerang, menghajar, tetapi tidak sedikit begitu berada di lingkar kekuasaan kurang suka dikritik," sindir SBY.