Bantah plesiran, begini sibuknya Pansus RUU Pemilu kunker di Jerman
Bantah plesiran, begini sibuknya Pansus RUU Pemilu kunker di Jerman. Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu telah menggelar kunjungan kerja ke Meksiko dan Jerman. Anggota Pansus Fraksi NasDem Johnny G Plate memastikan, lawatan itu tidak digunakan untuk plesiran.
Panitia Khusus (Pansus) RUU Pemilu telah menggelar kunjungan kerja ke Meksiko dan Jerman. Anggota Pansus Fraksi NasDem Johnny G Plate memastikan, lawatan itu tidak digunakan untuk plesiran. Jhonny sendiri mengaku mendapat tugas untuk berkunjung ke Jerman.
"Yang pasti kunker itu waktunya 5 hari. Pergi-pulangnya 2 hari. 3 hari rapat maraton dengan MK Jerman, Depdagri, General Election Committee (GEC). Rapat maraton. Tidak ada plesir-plesir itu. Tidak ada yang namanya jalan-jalan ke mall, destinasi wisata. Sama sekali tidak ada," kata Jhonny di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/3).
"Bahkan makan pagi di bus, makan malam di kereta. Pada saat kunker ke Berlin, di Berlin sendiri ada mogok di bandara, bertemu dengan MK di kota lain, yang berjarak 5,5 jam perjalanan. PP saja 11 jam," sambungnya.
Saat melawat ke Jerman, Pansus mempelajari sejumlah isu substansial terkait pelaksaan pemilu di negara tersebut. Menurutnya, Jerman adalah salah satu negara dimana pelaksanaan Pemilunya sangat dipercaya oleh masyarakat. Dampaknya, sengketa Pemilu di Jerman juga sangat sedikit.
"Di sana dilaksanakan pertemuan-pertemuan yang menurut kami banyak substansi-substansi yang dikonfirmasi. Antara lain pemilu Jerman sangat dipercaya oleh masyarakatnya. Oleh karena itu, sengketa pemilu sedikit sekali. Karena penyelenggaraan pemilu dilaksanakan dengan baik," terangnya.
Di Jerman, kata Jhonny, pembagian tugas antara penyelenggara Pemilu dan lembaga yudikatif cukup sinergis. Hakim dibutuhkan untuk memastikan UU penyelenggara pemilu berjalan sesuai koridor hukum. Sementara, penyelenggara pemilu bertugas memastikan data pemilih valid.
"Hakim dibutuhkan di GEC itu untuk memastikan bahwa UU dilaksanakan dengan baik. Sedangkan ketua badan pusat statistiknya untuk memastikan data pemilih benar dan akurat. Ini kan bahan bagi kita supaya pemilu kita juga bisa berhasil dengan baik," ujarnya.
Jhonny berujar, wacana penggunaan e-voting dalam Pemilu di Indonesia pun juga dibahas. Di Jerman sendiri, penggunaan e-voting tidak digunakan lantaran sulitnya membuktikan protes dari warga jika ada kecurangan. Oleh karenanya, warga Jerman memilih melihat data manual ketimbang data elektronik.
"Bukan karena teknologinya tapi karena kekhawatiran kalau menggunakan elektronik dan pada saat ada komplain atau sanggahan tidak bisa dibuktikan datanya. Orang Jerman ingin melihat data manual. Dan bagaimana penanganan sengketa pemilu di sana, dan bagaimana parpol," ungkap Jhonny.
Masalah ambang batas juga menjadi bahan pelajaran dari Pansus RUU Pemilu. Jhonny menyebut, Jerman memiliki ambang batas sekitar 5 persen. Dia menilai UU Penyelenggaran Pemilu terutama ambang batas pencalonan presiden dan parlemen dibuat untuk jangka panjang.
"Jadi hal-hal ini perlu dikonfirmasi. Tidak lagi melalui text book atau literatur. Ini kan lembaga negara, menghasilkan UU. Kita ingin UU ini betul-betul UU yang punya perspektif jangka panjang. Yang bisa diterapkan indonesia saat ini dan bukan uji coba karena itu butuh referensi," tandas Jhonny.