Bawaslu tak temukan pelanggaran pidana di putaran I Pilgub DKI
Bawaslu tak temukan pelanggaran pidana di putaran I Pilgub DKI. Walau begitu, ada beberapa masalah yang sering muncul. Di antaranya, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dinilai kurang memahami prosedur pelaksanaan pilkada.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi DKI Jakarta mendapat sejumlah laporan soal dugaan pelanggaran prosedur yang terjadi selama Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Namun mereka menyebut tak ada yang masuk ke dalam kategori pelanggaran pidana.
Walau begitu, ada beberapa masalah yang sering muncul. Di antaranya, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dinilai kurang memahami prosedur pelaksanaan pilkada.
"Kita sampaikan kepada KPUD DKI Jakarta saja di TPS-TPS yang ada peristiwa diduga petugas KPPS ini kurang memahami prosedur penyelenggaraan," ujar ketua Bawaslu DKI Jakarta, Mimah Susanti, saat menghadiri rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Selatan, Minggu (26/2).
Soal adanya usulan pemecatan terhadap anggota KPPS yang menyalahi prosedur, Mimah menyerahkan semua keputusan kepada pihak KPUD DKI Jakarta.
"Kalau misalnya sampai dilakukan pemecatan dan sebagainya, kita serahkan saja kepada KPUD DKI Jakarta. Pada prinsipnya petugas TPS di situ harus dilakukan evaluasi karena kan banyak faktor yang menyebabkan itu," imbuhnya.
Saat ditanya soal surat keterangan (suket) yang diindikasikan merupakan sebagai sebuah pelanggaran pidananya, dia menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran terkait masalah suket tersebut.
"Soal suket, itu sudah ada laporannya dan itu sudah ditemukan oleh pengawas kita. Enggak ada dugaan yang mengarah kepada tindak pidana pemilu. Karena suket itu kan mengacu pada surat Mendagri," kata dia.
"Hanya ada dua suket yang diperbolehkan untuk pelaksanaan pemilu. Yang bisa digunakan untuk pelaksanaan pemilukada. Yang pertama ada barcodenya, yang kedua tidak ada. Yang ada barcodenya yang sudah ada dalam database kependudukan. Yang belum ada barcodenya dia penduduk Jakarta tetapi masih belum masuk database kependudukan," sambungnya.