Bila tak diverifikasi faktual dukungan independen rawan manipulasi
Dalam pasal 48 menyebut, setiap KTP yang terkumpul harus diverifikasi melalui sensus kependudukan.
Anggota Komisi II DPR RI Arteria Dahlan mengatakan, perubahan kedua atas Undang-undang No 1/2015 tentang Penetapan Perppu No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, perlu dimasukkan untuk memperkuat kualitas dukungan calon independen.
Sebab verifikasi yang diberlakukan sebelumnya, yang hanya secara administrasi, jelas-jelas membuka ruang bagi upaya manipulasi dukungan yang ada. Seperti diketahui dalam UU Pilkada yang baru, ada dua jenis verifikasi yang diatur dalam pasal 48 UU Pilkada.
Pertama adalah verifikasi administrasi yang dilakukan KPU tingkat provinsi/kabupaten/kota dibantu oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Kedua, adalah verifikasi faktual dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon yang menyerahkan KTP-nya.
"Celakanya, penyelenggara pemilu banyak yang tidak melakukan verifikasi, dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku," ujar Arteria saat dihubungi, Rabu (8/6).
"Sehingga, ditemukan fakta di mana banyak pasangan calon perorangan, yang sejatinya tidak lolos tapi sengaja diloloskan," ujarnya menambahkan.
Arteria menyebut, kecurangan semacam itu menyebabkan munculnya 'calon boneka', yang kerap disiapkan hanya untuk memecah suara bagi para calon yang disiapkan sebagai pemenang, oleh para pemilik modal dan para penguasa.
Untuk itu, lanjut Arteria, dirinya berharap mekanisme baru ini akan menjadi alat bantu dalam memverifikasi data, melalui metode yang dinilai efektif dalam mencegah kecurangan-kecurangan secara sistematis.
"Dengan undang-undang baru, hal ini (permainan dan kecurangan) akan sulit dilakukan. Karena syarat yang akan dilakukan itu harus dibuktikan terlebih dahulu melalui metode sensus," pungkasnya.
Dalam pasal 48 menyebut, setiap KTP yang terkumpul harus diverifikasi melalui sensus kependudukan. Di mana petugas pemilu harus mencocokkan nomor induk kependudukan, nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, serta alamat berdasarkan E-KTP yang diterbitkan oleh dinas kependudukan dan catatan sipil.
-
Apa yang dimaksud dengan revisi UU ITE jilid II? Revisi UU ini dikarenakan masih adanya aturan sebelumnya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat.
-
Kenapa revisi UU ITE jilid II ini dianggap penting? Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan, perlu diatur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik, Dokumen Elektronik, Teknologi Informasi, dan/ atau Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum.
-
Kapan demo terkait revisi UU Desa dilakukan? Sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/7/2023). Rencananya, akan ada ribuan massa aksi yang ikut serta dalam demo tersebut.
-
Kenapa revisi UU Kementerian Negara dibahas? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Kapan revisi UU ITE jilid II mulai berlaku? Aturan ini diteken Jokowi pada 2 Januari 2024. Revisi UU ITE ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
-
Bagaimana cara kepala desa memperjuangkan revisi UU Desa? Sejumlah kepala desa yang tergabung dalam Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/7/2023). Dalam aksinya, mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengesahkan Revisi UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Baca juga:
KPUD DKI tak akan ajukan uji materi soal pasal verifikasi faktual
UU Pilkada paslon boleh beri uang saat kampanye, ini kata Akom
Apkasi sambut baik keputusan DPR tentang UU Pilkada
UU Pilkada disahkan, PDIP kebut siapkan Cagub DKI
PAN: Eks bandar narkoba dan penjahat seksual haram ikut Pilkada
RUU Pilkada, Ketua DPR utamakan musyawarah mufakat daripada voting