Dalam revisi UU, penuntutan KPK harus libatkan Polri dan Kejaksaan
"Kenapa kami kasih begitu, karena KPK selama ini tidak pernah koordinasi," tutur Arteria Dahlan.
Naskah akademik revisi UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK mengatur tentang pengawasan dalam penuntutan KPK. KPK diminta libatkan Polri dan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan terhadap suatu kasus.
"Perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh penuntut umum pada KPK menjadi sama kedudukannya dengan perkara tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh penuntut umum pada kejaksaan dan berlaku pada semua tingkatan pengadilan sampai dengan Mahkamah Agung," tulis naskah akademik revisi UU KPK, halaman 47, dikutip merdeka.com, Selasa (13/10).
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Arteria Dahlan menjelaskan, selama ini KPK bekerja sendiri dalam memberantas korupsi. Hal ini dilakukan agar KPK bisa sejalan dengan kepolisian dan kejaksaan dalam menegakan hukum.
"Penuntutan tetap penuntutan pada KPK, tapi sinergi dengan kejaksaan agung, kenapa kami kasih begitu, karena KPK selama ini tidak pernah koordinasi dengan Polri dengan Kejaksaan, KPK bisa rapat dengan DPR tapi sama jaksa dan Polri enggak bisa, mereka bisa sejalan," kata Arteria saat berbincang dengan merdeka.com.
Arteria menegaskan, tidak mungkin koordinasi ini bisa mengganggu penyidikan yang dilakukan oleh KPK. Sebab menurut dia, KPK tetap yang memegang bukti perkara tersebut, kejaksaan hanya koordinasi saja.
"Kalimatnya bersinergi dengan penuntut umum, bukti sudah, info sudah ada, Jaksa enggak mungkin mementahkan, KPK kan dekat dengan publik, begitu nanti dimentahkan sama Kejaksaan kan biasanya KPK teriak," tegas dia.
Oleh sebab itu, dia meminta KPK dan publik tak perlu khawatir revisi ini bakal mengamputasi kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. Dia menjanjikan tidak ada sama sekali pasal yang dihapus dalam revisi UU KPK, pihaknya hanya menambah agar progres KPK berjalan sesuai aturan.
"Apa yang dikhawatirkan, kita hadirkan optimisme baru, revisi ini perbaikan," imbuhnya.
Arteria menjelaskan, selama ini penuntutan menjadi hak penuh KPK. Sehingga menurut dia, tidak ada kesempatan para tersangka korupsi untuk menanyakan apa alasan ditetapkan sebagai tersangka.
"Jadi ketika misalnya mas dijadikan tersangka, langsung bisa dikoreksi, kenapa dijadikan tesangka, kan selama ini enggak bisa nanya, mutlak kewenangan KPK, kalau nantikan bisa tanya ke kejagung kenapa jadi tesangka, miniminal check and balance terjaga," tegas dia.