Dedi Mulyadi: Pilgub Jabar akhiri tren politik citra jadi politik gerilya
Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi berpendapat bahwa Pilgub Jabar 2018 telah mengakhiri tren kesuksesan politik citra. Istilah terakhir mendominasi berbagai kontestasi politik selama satu dekade ini di Indonesia.
Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi berpendapat bahwa Pilgub Jabar 2018 telah mengakhiri tren kesuksesan politik citra. Istilah terakhir mendominasi berbagai kontestasi politik selama satu dekade ini di Indonesia.
Menurut dia, politik citra kini telah berubah menjadi politik gerilya teritorial. Yakni, sebuah upaya politik untuk menjaring berbagai segmen pemilih melalui jaringan darat yang mengakar.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi akan mencari pasangan untuk Pilgub Jabar? "Pak Airlangga berpesan ke saya, jangan terlalu jauh kalau main dari luar rumah, jangan melewati Jawa Barat, harus berada di wilayah Jawa Barat. Kemudian nanti cari pasangan di Golkar yang sesuai dengan kriteria sebagai calon istri (wakil) yang baik," kata dia.
-
Mengapa Dedi Mulyadi akan meminta restu Prabowo untuk maju di Pilgub Jabar? Sebagai calon, Dedi mengaku akan meminta restu persetujuan dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk bertarung pada Pilkada Jabar.
-
Kenapa Padi Salibu dilirik Pemprov Jabar? Padi dengan teknologi salibu saat ini tengah dilirik Pemprov Jabar sebagai upaya menjaga ketahanan pangan.
-
Bagaimana Dedi Mulyadi merawat Sapi Bargola? Dirawat dengan Rasa Melalui pengelolaan di Peternakan Lembur Pakuan, Dedi memberikan contoh bagaimana mengelola peternakan yang baik, pertanian organik sampai pada membangun sektor perikanan yang baik di pedesaan.
-
Siapa saja yang bertarung dalam Pilkada Jabar? Khusus di Jawa Barat diikuti empat pasangan calon (paslon) yang mendaftar di KPUD Jawa Barat.
-
Apa komitmen PKB terkait Pilgub Jabar? PKB sudah lama berkomitmen mengambil poros yang berlawanan dengan Ridwan Kamil. Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) PKB Syaiful Huda membeberkan bahwa partainya berkomitmen untuk selalu memilih poros yang berlawanan dari Ridwan Kamil.
"Di Pilgub Jabar ini, survei banyak yang meleset. Analisis pakar banyak yang meleset. Artinya, ada perubahan fenomena, politik citra berubah menjadi politik gerilya teritorial. Ini harus diwaspadai Partai Golkar di Pilpres 2019, termasuk partai lain pengusung Pak Jokowi," kata Dedi saat dihubungi, Sabtu (30/6).
Posisi Jawa Barat menurut kader Nahdlatul Ulama itu, sangat strategis di panggung politik nasional. Mengingat, di provinsi ini terdapat 31 juta pemilih yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Jumlah pemilih sebesar ini tentu saja menjadi incaran para calon presiden di Tahun 2019. Semua calon presiden dipastikan ingin menjadikan Jawa Barat sebagai basis pemilihnya demi insentif elektoral.
Dedi Mulyadi sendiri bertarung di Pilgub Jabar bersama pasangannya Deddy Mizwar. Pasangan nomor urut 4 tersebut hanya mampu menempati posisi ketiga dengan raihan 25,8 persen suara versi hitung cepat lembaga survei.
Hasil tersebut jauh dari prediksi berbagai lembaga survei dalam rilisnya karena tersalip pasangan Sudrajat-Syaikhu di angka 28,37 persen. Sementara pasangan Hasanah berada di angka 12,66 persen. Pasangan Rindu keluar sebagai pemenangan dengan persentase suara sebesar 33,12 persen.
Pada survei sebelum hari pencoblosan, pasangan Rindu diprediksi akan bersaing ketat dengan pasangan Duo DM. Akan tetapi, prediksi tersebut jauh panggang dari api. Pasangan Sudrajat-Syaikhu menyalip perolehan suara Duo DM.
"Anda bayangkan, mohon maaf, elektabilitas di awal rendah, lalu naik ke 10 persen. Kemudian, loncat ke 15 persen sampai akhirnya 28 persen saat pemilihan," kata Dedi.
Dia memberikan tafsir atas fenomena tersebut. Menurutnya, terdapat gelombang peralihan pilihan politik seminggu jelang pemilihan berlangsung Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
"Artinya, ada pergerakan besar dengan strategi yang ampuh, menyasar teritorial dengan cara bergerilya. Sehingga, akibatnya mengubah konstelasi Pilgub Jabar," jelasnya.
Gerusan Ceruk Suara Duo DM
Gelombang peralihan dukungan itulah yang mengakibatkan ceruk suara Duo DM tergerus sampai hari pencoblosan. Karakteristik pemilih Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi memang berbeda.
Dijelaskan Dedi, peraih banyak piala citra itu memiliki basis pemilih yang banyak beririsan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Karena, Deddy Mizwar didukung oleh partai berbasis pemilih Islam itu saat berpasangan dengan Ahmad Heryawan di Pilgub 2013.
Awal isu Pilgub 2018 bergulir, PKS pernah mewacanakan untuk mendukung Deddy Mizwar dengan Ahmad Syaikhu. Sementara Dedi Mulyadi, memiliki basis pemilih tradisional yang kuat. Pemilih tersebut telah terpapar sosialisasi kemajuan Purwakarta.
Ini dibuktikan dengan dominasi Dedi Mulyadi di Purwakarta, Subang dan Karawang. Selain itu, pinggiran Kabupaten dan Kota Bekasi pun menjadi basis pria yang lekat dengan iket Sunda makutawangsa itu.
"Ada kutub pemilih yang berbeda antara saya dengan Pak Demiz. Pemilih Pak Demiz banyak beririsan dengan PKS. Juga terkait partai pengusung Pak Demiz, mungkin belum sejalan dengan konstelasi Pilpres 2019. Sehingga, basis elektoral ini yang mengalihkan dukungan," katanya.
Suar pengalihan dukungan tersebut, menurut Dedi, terjadi di Debat Publik II Pilgub Jabar di Depok Jawa Barat. Saat itu, Pasangan Sudrajat-Syaikhu memperlihatkan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden.
Kondisi ini semakin diperparah dengan manuver Ketua Umum Partai Demokrat Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam konferensi pers di Kota Bogor, SBY menyebut bahwa Pj Gubernur Jawa Barat M Iriawan menggeledah rumah dinas wakil gubernur.
"Dalam posisi ini, kami paling dirugikan. Suara kami tergerus hingga 15%," ucapnya.
Di Pilpres 2019 mendatang, Partai Golkar tempat Dedi Mulyadi berkiprah, mengusung Joko Widodo. Perbedaan ceruk suara inilah yang mengakibatkan basis elektoral pasangan Duo DM tidak solid.
Meski begitu, Dedi mengaku bahagia. Sebab, di tengah gelombang isu yang menyerang, basis tradisional miliknya tetap terjaga dengan baik.
"Saya bahagia karena basis saya tidak hancur. Kalau dulu sebelum Pilgub Jabar suara saya 15 persen, sekarang ada di angka 25 persen," tuturnya.
Baca juga:
Uu Ruzhanul: Jangan seolah-olah kita paling hebat walau menang
Cagub Jabar yang kalah bisa gugat ke MK, tapi ini syaratnya
Guru disebut coblos Kang Emil putuskan tak lagi mengajar di SDIT Darul Maza
Golkar sebut kekalahan di Pilgub Jabar jadi 'warning' hadapi Pemilu 2019
Dedi Mulyadi sebut elektabilitas Asyik naik setelah bawa isu #2019GantiPresiden