Din Syamsuddin: Kerukunan beragama bisa makin terganggu di tahun politik
Din Syamsuddin: Kerukunan beragama bisa makin terganggu di tahun politik. Menurut dia, pada tahun politik potensi retaknya kerukunan antarumat beragama selalu ada. Faktor politik merupakan faktor nonagama yang kerap memicu rusaknya kerukunan beragama di tengah masyarakat, selain faktor ekonomi dan kesenjangan sosial.
Pilkada serentak tahun 2018 rentan dipolitisasi dengan isu-isu agama mengarah pada sektarian dan berpotensi pada rentannya kerukunan beragama, kata Utusan Khusus Presiden untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban, Din Syamsuddin.
"Ada politik yang bersifat sektarian maka kerukunan sejati itu sulit terwujud," kata Din usai beraudiensi dengan Ketua Umum Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Ignatius Suharyo di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa (31/10).
Menurut dia, pada tahun politik potensi retaknya kerukunan antarumat beragama selalu ada. Faktor politik merupakan faktor nonagama yang kerap memicu rusaknya kerukunan beragama di tengah masyarakat, selain faktor ekonomi dan kesenjangan sosial.
Atas persoalan tersebut, Din mengajak umat beragama untuk dapat memperkuat kesadaran kolektif Indonesia sebagai bangsa yang besar dan bersatu meski memiliki latar belakang berbeda.
"Bayangan saya dan kita semua kerukunan itu bisa semakin terganggu dan berat seiring tahun politik. Maka kita harus segera tarik umat kita masing-masing kepada kesadaran kolektif bahwa kita beda agama, suku, ada perbedaan di antara kita, tapi banyak persamaan di antara kita," kata dia.
Dia mengajak masyarakat saat memasuki pesta demokrasi dalam pemilihan umum untuk terus mengedepankan persamaan sesama anak bangsa, bukan mempertajam perbedaan.
"Maka persamaan-persamaan itu kita kembangkan, perbedaaan kita halangi," kata mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu.
Menurut dia, perbedaan di tengah masyarakat terutama dari aspek agama seharusnya menjadi pendukung demokratisasi di tengah masyarakat. Akan tetapi, demokratisasi itu bisa terwujud jika proses Pilkada sebagai ajang pesta demokrasi tersebut berjalan secara obyektif dan adil.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia itu mengatakan, Indonesia sejatinya memiliki modal dasar penting perajut kerukunan di tengah masyarakat yaitu Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Jika modal dasar itu dipelihara dan dikembangkan dengan baik maka apapun gejolak yang terjadi tidak akan membawa kerukunan di tengah masyarakat menuju pada kerentanan.