Dipimpin Yusril, Sejumlah Partai Gurem Gugat Aturan Verifikasi Faktual ke MK
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan uji materil terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 173 ayat (1) UU soal syarat verifikasi partai politik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta pemilu.
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang permohonan uji materil terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 173 ayat (1) UU soal syarat verifikasi partai politik oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta pemilu.
Dalam persidangan perkara Nomor 48/PUU-XIX/2021 yang digelar di Ruang Sidang Pleno MK dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra pada Selasa (23/9) kemarin. Sejumlah perwakilan partai politik, turut menggugat pasal verifikasi itu, karena merasa dirugikan akibat skema verifikasi administrasi maupun faktual yang terus menerus dilakukan ketika mengikuti kontestasi pemilu.
-
Apa yang dikatakan oleh Yusril Ihza Mahendra terkait aturan presiden dalam kampanye? Guru besar hukum tata negara tersebut mengungkap bahwa Undang-Undang Pemilu tidak melarang seorang presiden untuk ikut kampanye, apakah untuk pemilihan presiden atau pemilihan legislatif. Beleid yang sama juga tidak melarang kepala negara untuk berpihak atau mendukung salah satu pasangan calon presiden.
-
Bagaimana Yusril Ihza Mahendra membantah berita tentang investigasi dugaan korupsi Prabowo Subianto? “Tidak ada penalti apapun kepada pemerintah RI akibat pembatalan itu,” jelasnya.Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia itu menambahkan, pemerintah Qatar memang menginginkan Indonesia membeli pesawat bekas tersebut secara tunai, namun pemerintah Indonesia ingin membelinya dengan cara kredit. “Sebab itu, kita menggunakan agen perusahaan dari Republik Czech. Namun karena keterbatasan anggaran kita, pembelin dengan cara utang itupun akhirnya tidak jadi dilaksanakan,” tegas Yusril.
-
Kapan Masinton Pasaribu mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi? Sebelumnya, Masinton Pasaribu berupaya menggalang dukungan anggota Dewan untuk mengusulkan hak angket terhadap Mahkamah Konstitusi.
-
Apa yang dikatakan Ma'ruf Amin tentang Universitas Indonesia (UI)? Ma'ruf Amin mengapresiasi Universitas Indonesia (UI) sebagai kampus yang melahirkan gagasan dan inovasi. Hal itu disampaikannya saat membuka UI Industrial-Government (I-GOV) Expo 2023 yang digelar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI, Depok, pada 5 Desember 2023."UI merupakan kampus yang menjadi tempat lahirnya gagasan dan inovasi. UI juga menjadi kampus yang berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Ma'ruf Amin.
-
Kapan Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres? Momen kunjungan kerja ini berbarengan saat Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan Pilpres diajukan Kubu Anies dan Ganjar.
-
Kapan Mahkamah Agung memutuskan kasasi kasus TPPU Irfan Suryanagara? Kasasi kasus atas dua terdakwa yakni Irfan Suryanagara dan Endang Kusumawaty, kata Arif, diputus tanggal 14 Juni 2023.
Adapun sejumlah pemohon yakni parpol-parpol gurem yang tak lolos parlemen. Di antaranya Ketua Umum Yusril Ihza Mahendra dan Sekretaris Jenderal Afriansyah Noor (Pemohon I), Partai Beringin Karya (Berkarya) diwakili oleh Ketua Umum Muchdi Purwopranjono dan Sekretaris Jenderal Badaruddin A.P. (Pemohon II), Partai Perindo (Persatuan Indonesia) diwakili oleh Ketua Umum Hary Tanoesoedibjo dan Sekretaris Jenderal Ahmad Rofiq (Pemohon III), Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diwakili oleh Ketua Umum Grace Natalie Louisa dan Sekretaris Jenderal Raja Juli Antoni (Pemohon IV).
Yusril selaku salah satu dari pemohon mendalilkan bila verifikasi administrasi dan faktual pada pokoknya adalah aspek teknis prosedural untuk partai politik yang baru mengikuti kontestasi pemilu. Sedangkan bagi partai politik yang sudah lolos verifikasi pada pemilu sebelumnya, sudah tidak relevan lagi dilakukan.
“Namun bagi parpol yang telah mengikuti pemilu yang telah teruji kualifikasinya karena pernah dinyatakan lolos sebagai peserta dan diperbolehkan mengikuti kontestasi pemilu, pemberlakuan verifikasi administrasi dan faktual ulang itu menjadi tidak relevan," kata Yusril seperti dikutip pada website MK, Rabu (23/9).
Padahal, para Pemohon termasuk sebagai partai yang telah dinyatakan lolos verivikasi, namun hanya dinyatakan tidak berhasil memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold, PT) sebagaimana ketentuan Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yakni paling sedikit sebesar 4% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.
"Kedudukannya berbeda dengan parpol yang sama sekali baru berdiri dan belum pernah mengikuti kontestasi pemilu. Parpol-parpol yang telah mengikuti pemilu telah membuktikan kiprahnya dan telah menjalankan fungsinya sebagai wadah bagi rakyat melaksanakan kedaulatan menurut Undang-Undang Dasar," papar Yusril.
"Karena itu, perolehan suara yang didapat parpol dalam pemilihan sebelumnya, sekalipun kecil dan tidak berhasil memenuhi ambang batas parlemen 4% tidaklah dapat diabaikan begitu saja karena perolehan suara parpol itu adalah adalah wujud nyata bagian-bagian kedaulatan rakyat yang telah dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar,” lanjutnya.
Sehingga, kata Yusril, aturan verivikasi itu hanya relevan dilakukan bagi parpol yang belum mengikuti pemilu. Maka pembuktian kualifikasi menjadi wajar bagi parpol baru untuk melalui verifikasi administrasi dan faktual. Sementara untuk parpol yang telah mengikuti pemilu dan telah berhasil membuktikan pemenuhan persyaratan dan kualifikasinya sebagai peserta pemilu, cukup dilakukan verifikasi administrasi.
Sedangkan bagi parpol yang berhasil memenuhi parliamentary threshold karena telah berhasil membuktikan tidak hanya sebagai peserta namun telah membuktikan pula performanya mendudukkan wakil-wakilnya di DPR Pusat, maka menjadi beralasan menurut hukum apabila MK tidak menerapkan kewajiban verifikasi administrasi maupun faktual kepadanya karena dua verifikasi itu sudah tidak relevan bagi partai-partai ini.
“Partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos/memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tidak perlu diverifikasi secara administrasi maupun secara faktual. Partai politik yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 namun tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, parpol yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan parpol yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/ Kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi saja. Lalu, Partai politik baru yang belum pernah mengikuti pemilihan umum diwajibkan untuk melaksanakan verifikasi administrasi maupun verifikasi faktual," terangnya.
Terlebih, para pemohon sangat dirugikan dengan berlakunya ketentuan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu. Ketentuan pasal ini membebankan kewajiban bagi Pemohon untuk terus menerus melakukan verifikasi administrasi maupun faktual setiap saat akan mengikuti kontestasi pemilu yang memakan energi, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit sehingga apabila Pemohon tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk itu secara otomatis akan menghalangi para Pemohon untuk menggunakan hak politiknya mengikuti kontestasi pemilu.
Hak konstitusional para Pemohon juga semakin dirugikan karena ketentuan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu telah diputus oleh MK beberapa kali dalam putusan-putusan sebelumnya dengan menguatkan pembebanan kewajiban melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual kepada Pemohon.
Terakhir melalui Putusan Nomor 55/PUU-XVIII/2020, MK juga kembali menegaskan pembebanan kewajiban yang sama melalui penafsiran baru sebagaimana amar putusan Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang menyatakan, “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah lulus verifikasi oleh KPU." Hal itu, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (NRI) Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai.
Menanggapi pemaparan para pemohon itu, Anggota Panel Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mencermati format permohonan para Pemohon sudah memenuhi ketentuan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 2 Tahun 2021, dimulai dengan identitas para Pemohon, kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, posita, petitum.
Selain itu, Manahan meminta para Pemohon memberikan penjelasan mengenai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga masing-masing parpol terkait siapa saja yang mewakili sebagai Pemohon. Misalnya, hanya ketua parpol, atau bisa dengan sekjen maupun bendahara parpol.
Sementara Anggota Panel lainnya, Hakim Konstitusi Suhartoyo menyarankan agar para Pemohon menyampaikan argumentasinya yang jelas kalau memang dalil-dalil permohonan tidak nebis in idem. Misalnya, dengan menyampaikan dalil permohonan yang berbeda, alasan-alasan permohonan yang berbeda meski batu ujinya sudah pernah digunakan sebelumnya, disertai dengan peraturan perundang-undangan yang menegaskan permohonan termasuk nebis in idem atau tidak. Sedangkan untuk substansi permohonan, Suhartoyo menilai sudah saling berkorelasi dan cukup mudah untuk dipahami.
Selanjutnya Ketua Panel, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta para Pemohon agar mempertimbangkan pencantuman Pasal 24 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 mengenai Kekuasaan Kehakiman dalam permohonan, sebagai batu uji.
“Apakah tepat menggunakan pasal tersebut, sementara yang dipersoalkan tentang kepesertaan partai politik terkait dengan verifikasi. Ini mohon dipikirkan kembali. Karena argumentasinya mengenai independensi kekuasaan kehakiman, bukan verifikasi partai politik,” kata Saldi.
Baca juga:
Tak Ada Mekanisme Capres Perseorangan, UU Pemilu Digugat Ke MK
18 Pasal UU Pemilu Terkait Pencalonan Presiden Digugat ke MK
Ketua Komisi II DPR Sebut UU Pemilu Menunggu Waktu yang Pas untuk Diubah
PBB Duga Ada Intervensi Politik di Putusan MK
Partai Ummat Nilai Putusan MK Soal Verifikasi Parpol Cacat Nalar
Keputusan MK Soal Verifikasi Faktual Dinilai Tidak Konsisten dan Membingungkan