Disebut regenerasi mandek, ini pembelaan elite parpol
Publik menilai, sudah saatnya kepemimpinan di partai politik mengalami regenerasi dengan memunculkan tokoh-tokoh muda.
Empat partai besar pemenang Pemilu 2014 yakni PDIP, Golkar, Gerindra, dan Demokrat hingga kini masih dipimpin oleh tokoh-tokoh senior. Publik menilai, sudah saatnya kepemimpinan di partai politik mengalami regenerasi dengan memunculkan tokoh-tokoh muda.
Keinginan publik ini tergambar dari hasil survei yang dilakukan Cyrus Network pada 1-7 Desember lalu. Survei dengan tema 'Survei Nasional Regenerasi Partai Politik" secara khusus menjaring opini masyarakat terhadap empat partai politik besar, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, dan Partai Demokrat.
"80 Persen responden menginginkan agar partai dipimpin oleh ketua umum yang berusia 41-50 dan 51-60 tahun. Selain itu, 61 persen menyatakan bahwa sebaiknya tokoh partai yang berusia di atas 60 tahun ditempatkan sebagai dewan pembina, dewan pertimbangan, bukan pengurus harian partai," kata CEO Cyrus Network, Hasan Nasbi saat menggelar konferensi pers di Restoran D'Consulate, Jakarta Pusat, Senin (15/12) kemarin.
Survei ini juga menemukan sentimen terhadap dua tokoh yakni Megawati Soekarnoputri dan Aburizal Bakrie yang dinilai sudah tidak layak lagi memimpin partai. Sementara untuk Prabowo Subianto dan SBY, publik masih menilai keduanya masih pantas melanjutkan kepemimpinan di Gerindra dan Demokrat. "Sebanyak 68 persen menganggap Prabowo layak jadi Ketum Gerindra. Sedangkan SBY meraih dukungan sebesar 59 persen," kata Hasan.
Menurut Hasan, Prabowo masih dianggap layak memimpin Gerindra dikarenakan tidak ada tokoh lain yang dianggap mampu membesarkan partai selain Prabowo. Berbeda dengan tiga partai lainnya yang memiliki tokoh-tokoh muda dan dianggap memiliki integritas. Bahkan, Megawati kalah jauh dari Jokowi yang mendapatkan dukungan sebesar 26 persen, sedangkan Mega hanya mendapatkan 16 persen.
"Kalau di PDIP karena ada tokoh lain seperti Jokowi dan Puan, di Demokrat ada Ibas dan Marzuki Alie. Kalau di Golkar dukungan internal kecil karena faktor internal yang sedang bermasalah," tandas Hasan.
Apa saja pembelaan para elite parpol saat regenerasi disebut mandek? Berikut rangkumannya:
-
Apa tujuan dari survei Poltracking Indonesia? Tujuan survei untuk mengukur sejauh mana efektivitas langkah para kandidat dalam meningkatkan elektabilitasnya, serta sejauh mana pengaruh faktor eksternal di luar kandidat dapat mempengaruhi peta elektoral terkini.
-
Kapan survei Indikator Politik Indonesia dilakukan? Survei tersebut melibatkan 810 responden dengan metode simple random sampling dan margin of error sekitar 3,5 persen.
-
Siapa yang paling teratas dalam survei? Dalam survei tersebut, Prabowo-Gibran yang paling teratas.
-
Kapan Survei Poltracking Indonesia tentang elektabilitas pasangan capres-cawapres dilakukan? Survei ini diselenggarakan Poltracking Indonesia mulai tanggal 29 Oktober hingga 5 November 2023.
-
Siapa yang melakukan survei mengenai dai pilihan netizen? Menurut hasil survei Jayabaya Engine X Dai kondang Gus Miftah menjadi dai pilihan netizen menurut hasil survei Jayabaya Engine X dalam kontekstual perbincangan Ulama dan Dai Pilihan Netizen Indonesia (Mix Base).
-
Apa yang menjadi fokus utama dari Survei Poltracking Indonesia mengenai elektabilitas pasangan capres-cawapres? Lembaga survei Poltracking Indonesia mengungkapkan peta persebaran kekuatan elektabilitas setiap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) berdasarkan penghasilan.
Figur Mega tak bisa diganti Jokowi
Politikus PDIP Masinton Pasaribu mengkritik hasil survei Cyrus Network karena tidak melihat kondisi internal PDIP. Justru penunjukan Megawati untuk kembali menjadi ketua umum PDIP periode 2015-2020 dilontarkan kembali oleh Joko Widodo saat rakernas di Semarang.
"Saya tidak tahu, survei yang dilakukan Cyrus itu dilakukan ke mana, sementara kan kalau dalam partai dia punya mekanisme sendiri, apalagi PDIP sudah aklamasikan Bu Mega sebagai ketum dalam Kongres 2015," kata Masinton di Gedung DPR, Jakarta, Senin (15/12).
"Justru paling awal mencalonkan Mega datang dari Pak Jokowi pertama sekali mencetuskan peNcalonan Bu Mega pada Rakernas Semarang lalu," tegas dia.
Masinton menceritakan, saat Jokowi meminta Megawati jadi ketua umum, Mega sendiri terkejut. Kemudian, permintaan ini direspons positif oleh pengurus DPD dan DPC partai.
"Bu Mega terkejut saat itu dan kemudian usulan dari Pak Jokowi direspons pengurus DPD dan DPC seluruh Indonesia dan kemudian secara aklamasi mengajukan dan mencalonkan Bu Mega sebagai ketum," tutur dia.
Dia menilai, Megawati terpilih karena PDIP membutuhkan figur yang tenang dan ideologis. Menurut dia, ciri dari PDIP yakni demokrasi terpimpin. "Kader di bawah ngikut semua, kekhasan PDIP itu demokrasi terpimpin. Butuh figur tenang sebagai simbol perekat dan simbol ideologi jika tidak ada masalah," pungkasnya.
SBY sosok pemersatu kader
Wacana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali didaulat menjadi ketua umum Partai Demokrat semakin menguat jelang Kongres 2015. Dukungan daerah terhadap SBY dinilai besar dan mayoritas memang ingin SBY kembali jadi orang nomor satu di partai Mercy itu.
Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron menilai sosok SBY masih dibutuhkan sebagai pemersatu kader-kader se-Indonesia. Meskipun sejumlah elite bahkan pendiri partai tak setuju jika SBY kembali pimpin Demokrat.
"Pak SBY masih dibutuhkan sebagai perekat dan pemersatu kader. Partai Demokrat juga akan terarah dan terkonsolidasi dengan baik. Rakyat juga masih memberi hormat dan harapan terhadap Pak SBY untuk terus berkarya dan berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara," kata Herman dalam pesan singkat, Selasa (16/12).
Menurut dia, SBY masih dibutuhkan demi memenangkan Pemilu 2019 mendatang. Dia berharap, kader-kader bisa memberi jalan bagi SBY untuk kembali pimpin Demokrat. "Pak SBY masih menjadi magnet bagi Demokrat pada pemilu yang akan datang. Jadi saya kira teman-teman sebaiknya memberi jalan yang mulus bagi beliau tetap memimpin Demokrat," tegas dia.
Ical komitmen di KMP
Apa yang membuat Aburizal Bakrie kembali terpilih di Munas Golkar yang berlangsung di Bali 30 November-4 Desember lalu adalah janjinya tetap membawa Golkar di Koalisi Merah Putih.
Seperti disuarakan Ketua DPD Partai Golkar Depok Babai Suhaimi, dia menyatakan mendukung Ical untuk masa jabatan kedua. "Kami ingin Golkar tetap menjadi partai penyeimbang dengan terus berada di KMP. Kami tidak melihat komitmen itu dari calon lain," ujar dia.
Satu lagi isu yang berkembang adalah, penolakan terhadap Perppu Pilkada. Hal inilah yang membuat para ketua DPD I solid mendukung Ical karena mereka dijanjikan posisi kepala daerah. Dengan suara mayoritas Golkar di DPRD dan dukungan KMP, tawaran itu tentu menggiurkan para ketua DPD yang ingin menjadi kepala daerah. Namun, belakangan sikap Ical berubah dan balik mendukung perppu.