Jumlahnya Terus Berkurang dari Tahun ke Tahun, Ini Kisah Para Perajin Tembaga di Desa Tumang Boyolali
Perajin tembaga di Desa Tumang sedang mengalami krisis regenerasi. Para pemudanya dinilai tidak mau repot belajar membuat kerajinan dengan kualitas tinggi.
Perajin tembaga di Desa Tumang sedang mengalami krisis regenerasi. Para pemudanya dinilai tidak mau repot belajar membuat kerajinan dengan kualitas tinggi.
Jumlahnya Terus Berkurang dari Tahun ke Tahun, Ini Kisah Para Perajin Tembaga di Desa Tumang Boyolali
Desa Tumang merupakan desa yang berada di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Konon sejarahnya, pada masa Mataram Kuno tempat ini menjadi lokasi pembakaran mayat.
Maka tak heran, apabila nama “Tumang” diambil dari nama hantu yang biasanya muncul pada saat pembakaran mayat tersebut, yaitu “Hantu Kemamang” yang kemudian disingkat Tumang.
-
Kenapa kerajinan perak Koto Gadang semakin menurun? Melansir dari Antara, eksistensi kerajinan perak di Koto Gadang kini semakin memudar. Hal ini disebabkan oleh jumlah perajin perak di Koto Gadang yang sudah berkurang drastis, sehingga tingkat produksi otomatis menurun.
-
Kenapa Batik Terogong hampir punah? Batik Terogong mengalami masa terakhir kejayaannya hingga sebelum tahun 2000. Ini karena perubahan tata ruang kota yang memengaruhi pelestarian batik Terogong.
-
Kenapa kerajinan Sangkar Burung Sedayu menurun? Banyak pengrajin di desa itu yang perlahan-lahan beralih ke bidang pekerjaan lain karena persaingan yang makin ketat.
-
Siapa yang membuat tembikar itu? Sebuah studi baru di Quaternary Science Review membantah keyakinan lama bahwa suku Aborigin Australia tidak membuat tembikar. Para peneliti di Pusat Keunggulan Dewan Penelitian Australia untuk Keanekaragaman Hayati dan Warisan Australia bermitra dengan komunitas Aborigin Dingaal dan Ngurrumungu untuk pertama kalinya melakukan penggalian di Jiigurru (Pulau Kadal).
-
Kenapa ketapel Betawi sekarang mulai langka? Ketapel menjadi salah satu yang sudah jarang dimainkan, karena tergeser mainan modern.
Seiring berjalannya waktu, Desa Tumang berkembang menjadi desa tempat lahirnya para perajin tembaga dan logam. Salah satu perajin tembaga di Tumang adalah Nur Haris “Boomber”.
Ia berkata, usaha kerajinan tembaga di Desa Tumang telah diwariskan dari zaman nenek moyang. Kini ia sering membuat kerajinan tembaga berupa alat-alat dapur.
“Jadi semacam kendil, kuali, dan masih banyak. Dulu semuanya dibuat dari bahan tembaga. Itu sejarahnya dari Kiai Nogosasi,” kata Nur Haris, mengutip kanal YouTube BRIN Indonesia.
Nur Haris berkata, pada awalnya warga Desa Tumang membuat kerajinan tembaga untuk dijadikan keris. Pada tahun 1976, warga setempat mulai menerapkan nilai-nilai seni pada kerajinan tembaga.
“Kalau saya lebih mengembangkan ornamen khas Solo. Tapi karena penerapannya pada logam, jadi lebih saya sederhanakan. Tapi tidak menutup kemungkinan kalau ada pesanan ingin ornamen lain kami bisa membuatnya,” kata Nur Haris.
Haris mengatakan, hasil karyanya pernah mendapat penghargaan sebagai satu dari sepuluh karya terbaik oleh Keraton Yogyakarta pada tahun 1996. Hasil karyanya itu sampai sekarang dipajang di Keraton Yogyakarta.
Ciri khas dari kerajinan tembaga di Tumang adalah teksturnya yang khas. Tekstur itu tidak bisa ditemukan pada kerajinan logam manapun. Selain itu, alat-alat yang digunakan untuk membuat kerajinan itu juga hanya ada di Tumang dan tak dijual di toko-toko manapun.
Namun kerajinan itu dihadapkan pada tantangan regenerasi. Jumlah perajinnya dari tahun ke tahun terus menyusut.
“Kebanyakan kalau yang tua-tua, mereka pintar gambar pintar mengerjakan. Tapi kalau untuk pemahat, banyak anak muda yang nggak bisa. Mereka nggak mau ribet. Misalnya sesuatu yang seharusnya dikasih garis dulu, mereka nggak mau kasih garis soalnya kelamaan atau terlalu rumit,”
kata Nur Khasanan, produsen kerajinan Tumang.
Nur Haris membenarkan kalau saat ini sedang terjadi krisis perajin di Desa Tumang. Menurutnya, anak muda saat ini lebih ingin mengambil keuntungan dari kerajinan itu dengan menekuni di bidang pemasarannya saja.
“Paling yang mau belajar cuma satu dua orang. Padahal kalau mereka tidak mau belajar yang rugi kita sendiri. Nanti kalau mereka hanya mementingkan bisnisnya takutnya hancur harganya dan kualitas berkurang,” ungkap Nur Haris dikutip dari kanal YouTube BRIN Indonesia.