DPR kritik rencana Menkominfo soal aturan pembangunan data center
Pengguna internet di Indonesia tahun 2015 mencapai 72 juta orang yang sebagian besar aktif menggunakan media sosial. Perlu penerapan dan penegakan aturan dan hukum yang ketat, sehingga Google, Facebook, WhatsApp, Yahoo, YouTube, dll dapat berkontribusi secara ekonomi. "Karena jelas mereka membuka space iklan," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta mengkritik keras soal rencana Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara yang melonggarkan aturan soal penempatan data center yang memberikan indikasi bahwa perusahaan asing tidak perlu membangun data center di Indonesia. Aturan soal penempatan data center agar Indonesia bisa lebih kompetitif di lanskap internasional merujuk pada peraturan pemerintah (PP) nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
"Atas wacana Pak Rudianta Menkominfo yang berencana melonggarkan aturan soal penempatan data center agar Indonesia bisa lebih kompetitif di lanskap internasional, pemerintah urungkan niat tersebut. Pemerintah mestinya punya sikap yang lebih tegas dalam upaya menguatkan industri telematika di Indonesia," kata Sukamta dalam pesan singkatnya, Jakarta, Kamis (29/9).
Politikus PKS ini menjelaskan, pasar data center di Indonesia sangat kompetitif dan saat ini cukup banyak tersedia SDM anak negeri yang profesional dan lebih murah ketimbang negara tetangga. Selain itu dengan mengadakan data center di Indonesia, perusahaan digital dapat lebih meningkatkan layanan mereka dari segi kecepatan dan kestabilan akses.
"Karena dapat mengurangi hops route. Itu sebabnya sebagaian perusahaan data center di Singapura mulai mengalihkan data centernya ke Indonesia selain dengan pertimbangan ekonomis juga dianggap aman," jelasnya.
Alasan kedua, menurut Sukamta terkait keuntungan secara ekonomi. Penempatan data center di Indonesia akan memberikan kontribusi ekonomi. Mengacu data Lembaga Riset Telematika Sharing Vision, kebutuhan data center di Indonesia diperkirakan mendekati 150.000 meter persegi dengan nilai bisnis Rp 4 triliun.
Pengguna internet di Indonesia hingga tahun 2015 mencapai 72 juta orang yang sebagian besar aktif menggunakan media sosial. Perlu penerapan dan penegakan aturan dan hukum yang ketat, sehingga Google, Facebook, WhatsApp, Yahoo, YouTube, dll dapat berkontribusi secara ekonomi.
"Karena jelas mereka membuka space iklan. Bandingkan dengan saat kita mengirim SMS dengan operator tanah air saja kena PPN yang masuk ke kas negara," tegasnya.
Sukamta melanjutkan, alasan yang ketiga terkait dengan cyber security, keamanan informasi, dan monitoring konten. Apabila data center ada di luar negeri maka berpeluang lebih besar data milik kita bisa dicuplik kapan dan di manapun. Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2012 mengenai Transaksi Elektronik pasal 17 Ayat 2 menyebutkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk pelayanan publik wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia untuk kepentingan penegakan hukum, perlindungan, dan penegakan kedaulatan negara terhadap data warga negaranya.
Di Tahun 2015 Pengadilan di Eropa memutuskan perjanjian Safe Harbor tak berlaku sehingga pemain seperti Facebook atau Twitter harus menjaga data pelanggan di Eropa tak disalahgunakan dan keluar dari negaranya tanpa izin.
"Saya kira penting Pak Menteri menyampaikan data perusahaan asing yang belum memiliki data center di Indonesia dan apa kendalanya, apakah karena biaya mahal atau birokrasi perizinan yang ribet?," ujarnya.
Sukamta meyakini, dengan pengguna internet yang tumbuh pesat di Indonesia, perusahaan asing tidak akan keberatan memiliki data center di Indonesia.