Dua Orang Dekat Megawati Dalam Bidikan KPK
Yasonna masih berstatus saksi dalam kasus tersebut. Sementara Hasto sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Dua orang dekat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berada dalam bidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya adalah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Yasonna Hamonangan Laoly. Yasonna merupakan elite PDIP yang pernah menjabat Menteri Hukum dan HAM di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
Hasto dan Yasonna kini dicegah KPK keluar negeri terkait kasus suap eks komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dengan tersangka Harun Masiku. Yasonna masih berstatus saksi dalam kasus tersebut. Sementara Hasto sudah ditetapkan sebagai tersangka.
- Megawati Ngaku Sering Disadap, Yasonna: Bisa Saja Ada Orang Ingin Mengetahui Ibu
- Megawati Singgung Kader Ogah Dijadikan Cagub
- Megawati Singgung Orang yang Ingin Terus Rasakan Kenikmatan Istana: Sudah Berhenti dah
- Megawati Sentil Penegak Hukum: Mau Ambil Saya pada Enggak Berani Sasarannya di Sekeliling Saya
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika mengatakan, larangan bepergian keluar negeri terhadap Hasto dan Yasonna untuk mempermudah penyidikan dan pencarian terhadap buronan Harun Masiku. Larangan tersebut berlaku untuk enam bulan ke depan.
"Berlaku untuk 6 bulan ke depan," kata Tessa, Rabu (26/12).
Tessa menjelaskan, surat larangan bepergian keluar negeri itu diterbitkan KPK pada 24 Desember 2024. Surat itu bernomor 1757 Tahun 2024 tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri.
KPK Tetapkan Hasto Tersangka
KPK yang terletak di Jalan Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka suap. Ketua KPK, Setyo Budiyanto mengatakan, penetapan tersangka terhadap Hasto ini setelah pihaknya melakukan pengembangan atas perkara yang menyeret Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12).
Setyo menjelaskan, penyuapan berawal dari keinginan Hasto menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI menggantikan Nazarudin Kiemas pemenang Pileg Sumatera Selatan (Sumsel) 1 yang meninggal dunia.
Setelah Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019, Nazarudin Kiemas yang mendapatkan suara tertinggi di Dapil 1 Sumsel meninggal dunia. Berdasarkan aturan, posisi Nazarudin diisi caleg yang mengantongi suara tertinggi setelahnya.
Riezky Aprilia merupakan caleg yang memenuhi syarat tersebut. Dia berhasil mengantongi suara 44.402. Sementara Harun Masiku hanya 5.878 suara.
"Namun ada upaya-upaya dari saudara HK (Hasto Kristiyanto) untuk berusaha memenangkan HM (Harun Masiku) melalui upaya-upaya," kata Setyo.
Upaya Hasto itu di antaranya mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA). Judicial review itu diajukan pada 5 Agustus 2019 perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Judicial Review.
MA mengabulkan gugatan Hasto. Namun, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Tak patah arang, Hasto meminta fatwa kepada MA.
Selain upaya itu, Hasto juga meminta agar Riezky Aprilia mengundurkan diri agar posisinya diisi Harun Masiku.
"Namun, upaya tersebut ditolak oleh saudara Riezky Aprilia," sambung Setyo.
Tak mau menyerah, Hasto lalu memerintahkan Saiful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Lagi-lagi upaya itu ditolak Riezky Aprilia.
Setelah pelantikan anggota DPR RI, Hasto kembali meminta Riezky Aprilia untuk mundur. Karena upaya itu tak membuahkan hasil, Hasto bersama Harun Masiku dan DTI mencoba menyuap Wahyu Setiawan.
Pada 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu Setiawan untuk menyampaikan dua hal. Pertama, meminta agar Maria Lestari dari dapil 1 Kalbar diloloskan sebagai anggota DPR. Kedua, meminta agar Harun Masiku dari dapil 1 Sumsel mengganti Riezky Aprilia .
"Yang berhasil hanya Kalbar," imbuh Setyo.
Setyo melanjutkan, berdasarkan hasil penyidikan KPK, sebagian uang suap terhadap Wahyu Setiawan berasal dari kantong Hasto. Orang kepercayaan Megawati Soekarnoputri itu juga berperan mengatur dan mengendalikan Saiful Bahri dan DTI untuk menyuap Wahyu Setiawan.
"Saudara HK mengatur dan mengendalikan saudara DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil 1 Sumsel," tegas Setyo.
KPK Periksa Yasonna soal Jalur Pelarian Harun
KPK memeriksa Yasonna pada 18 Desember 2024. Dalam pemeriksaan itu, Yasona mengaku ditanya dalam kapasitasnya sebagai Menkum HAM. Dikatakan dia, penyidik menanyakan soal jalur pelarian Harun Masiku yang kabur sejak 2020 silam.
"Kapasitas saya sebagai menteri saya menyerahkan tentang perlintasan harun masiku, Itu saja," ujar Yasonna di Gedung KPK, Rabu (18/12).
Yasonna mengaku tidak ada pencekalan selama Harun masih di Indonesia. Harun Masiku sempat keluar masuk Indonesia-Singapura.
Sementara, OTT KPK terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan pada 8 Januari 2020. Namun, Ketua DPP PDIP itu mengaku tidak ditanya mengenai keberadaan Harun Masiku.
"Kan itu dia (Harun) keluar (Singapura) tanggal 6 masuk (Indonesia) tanggal 7, dan baru belakangan keluar pencekalan itu aja enggak ada, paling turunan turunan yang memfollow up," ungkapnya.
Harun Masiku Jadi DPO
Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia pada 9 Januari 2020.
Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 17 Januari 2020.
Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku, saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.