Israel Sengaja Abaikan Protokol Perang di Gaza, Agar Tentaranya Bebas Bunuh Warga Sipil Palestina Sebanyak-Banyaknya
Hal ini terungkap dalam laporan terbaru media Amerika, New York Times.
Surat kabar New York Times (NYT) melaporkan, tentara Israel “sangat melemahkan” protokolnya untuk melindungi warga sipil di Gaza sejak serangan Oktober 2023 yang memungkinkan perwira menengah meluncurkan serangan tanpa pandang bulu di wilayah Palestina tersebut.
Para perwira diberi wewenang tepat setelah serangan 7 Oktober 2023 untuk mengambil risiko dengan membunuh hingga 20 warga sipil dalam setiap serangan udara. Perintah tersebut "tidak memiliki preseden" dalam sejarah militer Israel, menurut NYT.
NYT meninjau puluhan catatan militer dan melakukan wawancara dengan lebih dari 100 tentara dan pejabat Israel, termasuk mereka yang terlibat dalam pemeriksaan target serangan udara dan penyerangan.
Seorang perwira militer yang tak disebutkan namanya mengatakan kepada NYT bahwa Israel mengubah protokolnya karena yakin eksistensinya terancam.
“Militer Israel secara rutin gagal melakukan peninjauan pascaserangan terhadap kerugian warga sipil atau menghukum petugas karena kesalahan, dan mengabaikan peringatan dari dalam jajarannya sendiri atau dari pejabat senior militer AS tentang kegagalan ini," menurut penyelidikan tersebut, dikutip dari The Cradle, Jumat (27/12).
Hal tersebut dikonfirmasi surat kabar Israel Haaretz dalam sebuah laporan yang dirilis pada (18/12), menyebutkan perwira berpangkat rendah telah diberi wewenang untuk memerintahkan serangan mematikan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
30.000 Amunisi dalam Tujuh Pekan
Sebagai bagian dari penerapan protokol ini, Tel Aviv memperluas target serangan pendahuluan dan jumlah warga sipil yang berisiko terbunuh. Akibatnya, hampir 30.000 amunisi ditembakkan ke Jalur Gaza yang terkepung dalam tujuh pekan pertama, sekitar 15.000 warga di Gaza tewas dalam dua pekan, menurut laporan NYT.
"Dalam beberapa kesempatan, komandan senior menyetujui serangan terhadap pemimpin Hamas yang sebenarnya tahu bahwa hal ini akan membahayakan lebih dari 100 warga sipil melampaui ambang batas yang luar biasa bagi militer barat kontemporer," imbuh surat kabar tersebut.
Kebijakan ini telah terbukti selama perang di Gaza. Pimpinan militer Israel bahkan "secara singkat memerintahkan agar pasukannya secara kumulatif dapat mengambil risiko membunuh hingga 500 warga sipil per hari dalam serangan yang direncanakan sebelumnya."
Meski batasan ini dihapus dua hari setelah penerapan, hal ini memungkinkan para perwira untuk memerintahkan serangan udara sebanyak yang mereka "anggap sah" yang berarti perintah membantai warga sipil sebanyak-banyaknya.
Reporter Magang: Elma Pinkan Yulianti