Gugatan PDIP soal Dugaan Penggelembungan Suara PAN di Dapil Asmat I Ditolak MK
MK menolak permohonan untuk seluruhnya terkait perkara PHPU pengisian anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota Provinsi Papua Selatan.
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan untuk seluruhnya terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pengisian anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota Provinsi Papua Selatan.
- Duduk Perkara PDIP Gugat KPU Terkait Penetapan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024
- Gugatan NasDem Sebagian Dikabulkan MK, Surat Suara di 7 TPS Papua Barat Bakal Dihitung Ulang
- Gugat Hasil Pileg PSI dan Demokrat di Papua Tengah, PDIP Minta MK Ubah Jadi 0
- Ketua KPU Bicara Persiapan Hadapi Sengketa Pemilu 2024 di MK
Gugatan PDIP soal Dugaan Penggelembungan Suara PAN di Dapil Asmat I Ditolak MK
Perkara Nomor 271-01-03-35/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 itu dimohonkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP mendalilkan adanya penggelembungan suara kepada Partai Amanat Nasional (PAN) yang berpengaruh pada perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota/ di Provinsi Papua Selatan pada Dapil Asmat I.
"Amar putusan, mengadili, dalam pokok permohonan menolak permohonan pemohon untuk semuanya," kata Ketua Hakim MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK, Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (7/6).
Hakim Konstitusi Guntur Hamzah, menyatakan PDIP selaku pemohon mendalilkan kehilangan 190 suara di Distrik Sor Ep dari yang seharusnya mendapat 955 suara, ditetapkan oleh KPU sebagai termohon hanya 765 suara.
Selain itu, PDIP juga mendalilkan telah terjadi penambahan 221 suara untuk pihak terkait PAN dari yang seharusnya mendapat 373 suara, menjadi 594 suara.
PDIP, kata Guntur mengajukan alat bukti berupa rekapitulasi tingkat kecamatan/distrik Sor Ep Model D Hasil Kecamatan DPRD KABKO untuk Distrik Sor Ep.
"Namun, setelah Mahkamah sandingkan dengan alat bukti yang diajukan oleh termohon dan alat bukti yang diajukan oleh pihak terkait terdapat perbedaan," kata Guntur.
Dia menyebut, alat bukti yang ajukan PDIP tidak disertai lampiran model D Hasil Kecamatan-DPRD Kabko.
lampiran itu berisi rekapitulasi hasil perolehan suara Tempat Pemungutan Suara tiap kelurahan/kampung.
Sementara itu, alat bukti yang diajukan KPU (Termohon) dan pihak terkait disertai lampiran model D Hasil Kecamatan DPRD Kabko.
Padahal, lanjut Guntur lampiran tersebut penting untuk menunjukkan perolehan suara PDIP dan pihak terkait pada setiap TPS di Distrik Sor Ep. Hal ini menyulitkan Mahkamah melakukan persandingan data perolehan suara yang benar untuk PDIP dan pihak terkait.
"Terlebih lagi, setelah Mahkamah melakukan penghitungan perolehan suara ulang berdasarkan alat bukti yang diajukan termohon dan alat bukti yang diajukan phak terkait terdapat kesamaan perolehan suara dengan yang ditetapkan oleh termohon," ucap Guntur.
Selain itu, PDIP juga mengajukan alat bukti berupa berita acara, sertifikat dan catatan hasil penghitungan perolehan suara di TPS dalam Pileg DPR RI Kabupaten Asmat untuk seluruh TPS di Kecamatan/Distrik Sor Ep. Namun MK menemukan terdapat perbedaan total perolehan suara PDIP dan pihak terkait pada kedua alat bukti.
"Mahkamah menemukan pada beberapa model C Hasil Salinan-DPRD kabupaten/kota yang diajukan terdapat bekas perubahan angka, baik berupa penebalan angka perolehan suara maupun bekas angka dihapus dengan menggunakan tipe-ex. Oleh karena itu, Mahkamah tidak meyakini kebenaran dari alat bukti yang diajukan oleh Pemohon a quo," ujar Guntur.
Oleh karenanya, berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, Mahkamah menyatakan dalil permohonan yang diajukan PDIP adalah tidak beralasan menurut hukum.