Heboh Video Anies Dihentikan, Ini Sederet Faktor Teknis Iklan Videotron Bisa Disetop
Agus menjelaskan, jika biaya iklan untuk videotron biasanya dihitung per 15 sampai 30 detik untuk setiap slotnya.
Iklan viedotron yang menampilkan calon presiden Anies Baswedan di Jakarta dan Bekasi ditakedown secara sepihak beberapa waktu lalu.
Heboh Video Anies Dihentikan, Ini Sederet Faktor Teknis Iklan Videotron Bisa Disetop
Hal itu menimbulkan polemik di masyarakat. Lalu, berapakah kira-kira biaya yang harus ditanggung untuk menyewa maupun mendirikan videotron sendiri.
Sekretaris Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur Agus Winoto menjelaskan, untuk menyewa reklame model videotron ada dua model. Model pertama, sang penyewa memborong semua slot yang disediakan.
Dalam satu videotron, setidaknya ada sekitar 4 sampai 5 slot penayangan. Jika penyewa memborong semua slot, maka disebutnya sebagai penyewa eksklusif.
"Sewa videotron, ada yang memang eksklusif, misalnya videotron tersebut (hanya) menayangkan satu produk saja," ujarnya saat dikonfirmasi merdeka.com, Kamis (18/1).
Model kedua, tambahnya, adalah penyewa kolektif. Dalam satu videotron, ada sekitar 4 hingga 5 produk yang ditampilkan atau ditayangkan. Masing-masing produk akan dibebani biaya sendiri-sendiri.
"Ada yang kolektif sampai 4-5 produk," tegasnya.
Lantas berapa biaya yang harus ditanggung oleh sang penyewa?
Agus menjelaskan, jika biaya iklan untuk videotron biasanya dihitung per 15 sampai 30 detik untuk setiap slotnya. Untuk satu slot, biasanya dalam sehari bisa tayang antara 400 hingga 500 kali. Besaran tiap videotron bisa berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor.
"Biaya dihitung per 15-30 detik untuk satu slot, bisa tayang 400 sampai 500 kali perhari," tambahnya.
Untuk setiap tayangan dalam videotron, diakuinya berlaku perjanjian tertulis. Hal ini disebutnya berkaitan dengan kontrak bisnis.
"Semua perjanjian harus tertulis ya, ini kontrak bisnis," tandasnya.
Lantas, bagaimana dengan kasus iklan Capres Anies yang ditakedown?
Ia lantas memisalkan, jika pihak penyelenggara videotron sudah mendapatkan izin dari Pemda setempat, maka mereka seharusnya bisa memprotes perlakuan tersebut.
"Misalnya dia sudah mendapatkan izin dari pemda setempat kemudian ditakedown ya kita harus protes. Kan kita sudah mendapatkan izin dari pemerintah, izin tayang, izin mendirikan, dan pembayaran pajak reklame. Memang harus dipertanyakan kenapa ditakedown apakah belum membayar pajak atau gimana," katanya.
Dia menjelaskan, semua pihak seharusnya tidak dapat berlaku sepihak. Apalagi, jika pihak penyelenggara videotron tersebut sudah mendapatkan membayar kewajibannya seperti membayar pajak, maupun izin lainnya namun ditakedown seenaknya, maka bisa melakukan protes pada pihak yang meminta takedown tersebut.
"Semisal kita sudah membayar pajak dan mendapatkan izin lainnya tapi tiba-tiba pemerintah seenak sendiri ditakedown, kita diprotes sama klien kita. Sepanjang (izin) itu semua sudah dipenuhi, pihaknya bironya harus menuntut ke pemerintah, kalau tidak dia akan disomasi oleh kliennya," tambahnya.
Disinggung adakah kemungkinan penyewa dan pemilik videotron tidak melakukan perjanjian sewa menyewa namun materi tetap visa ditayangkan? Ia pun menjawab sangat memungkinkan.
Apalagi, dalam momentum pemilu seperti ini biasanya pemilik videotron dengan penyewa saling kenal dan melakukan penyewaan dengan uang "alakadarnya". Dengan uang seadanya itu, biasanya materi yang ingin ditayangkan dapat diatur durasi waktunya alias menyesuaikan anggarannya.
"Momentum pemilu, kadang-kadang temen-temen partai minta tolong. Punya uang segini, kadang-kadang tanpa perjanjian juga karena memburu waktu. Ternyata, tayangnya cuma seminggu, bisa terjadi seperti itu. Atau bisa juga kita cuma membantu saja, misalnya ketua partai akan datang, trus ditayangkan tanpa perjanjian," tegasnya.
Lantas, apakah ada aturan yang dilanggar dari materi "titipan" semacam ini?
"Kalau terkait dengan pajak ada yang dilanggar. Masalahnya iklan itu ada iklan komersial dan layanan masyarakat. Iklan komersial harus bayar pajak. Iklan layanan masyarakat, pemerintah setempat bisa toleransi. (Iklan politik?) Tidak dikenakan pajak. Belum diatur, di Perdanya belum dikenakan pajak," ujarnya.
Berbicara soal reklame model videotron, berapa sih biaya untuk membuatnya hingga tegak berdiri?
Agus menjelaskan, hal itu cukup bervariatif. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Mulai dari materi videotron itu sendiri, biaya pemasangan, sewa titik lahan, hingga pajak dan perijinan.
"Costnya (biayanya) memang lebih mahal, video tron kecil Rp500 juta, agak gede Rp700 juta. Tergantung dari materi dan merek, kualitas barang yang dipakai, ada yang kualitasnya tinggi gambarnya halus, belum lagi ditambah pakai tiang bisa sampai Rp250 jutaan konstruksinya saja. (Titik lahan?) Bergantung pada masing-masing pemilik lahan, menyesuaikan strategis bagus, mahal biasanya.Seperti di Hotel sahid sewa lahannya bisa sampai Rp100 juta pertahun," ungkapnya.
Ia lantas mencontohkan, jika sebuah reklame videotron ukuran 4 x 6 meter persegi, dari mulai membuat hingga tegak berdiri, perkiraan biaya yang ditanggungnya bisa mencapai Rp800 juta an.
"Kalau misalnya (ukuran) 4x6 meter videotron sesuai peraturan perwali 70-71, itu persisnya Rp67 juta untuk pajak reklamenya. IMB cuma Rp3 juta. Kalau total mulai dari perijinan sampai berdiri (ukuran) 4x6 videotron kira-kira (habis biaya) Rp800 jutaan," tutupnya.