Ini alasan KPU tunda pilkada cuma diikuti 1 pasangan
Aturan ini mendapat kecaman dari elemen masyarakat.
Meski menuai pro-kontra atas terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 12/2015, KPU ngotot terbitnya peraturan tentang pemilihan kepala daerah itu, sudah sesuai prosedur. Isi PKPU Nomor 12 ini, dinilai beberapa pihak berpotensi menunda Pilkada serentak bagi beberapa daerah yang memiliki calon tunggal, seperti Kota Surabaya, Jawa Timur, yang hingga hari pertama pendaftaran, belum ada calon lain kecuali pasangan patahana Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana.
Sehingga, PKPU Nomor 12 yang diterbitkan KPU itu, melampau kewenangan. Sebab, ditunda atau tidaknya Pilkada, adalah kewenangan presiden dan DPR. Aturan inipun, mendapat kecaman dan siap digugat oleh DPC PDIP Surabaya, PPP dan Perkumpulan untuk Pemilu (Perludem).
Saat hadir di acara pendaftaran pasangan incumbent, Komisioner KPU RI, Arif Budiman menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, tentang pemilihan gubernur, wali kota dan bupati, KPU diberi kewenangan mengatur detail teknis pelaksanaan Pilkada.
"Implementasi undang-undang detail, teknisnya diatur KPU," dalih mantan Komisioner KPU Jawa Timur ini di Kantor KPU Surabaya, Jalan Adityawarman, Minggu (26/7).
Dia mencontohkan, pada masa pendaftaran pasangan calon yang ditetapkan selama tiga hari, waktu pelaksanaan ditentukan oleh KPU.
"Misalnya, tiga hari di masa pendaftaran, kapan tanggalnya yang nentukan itu KPU. Jika dalam masa pendaftaran ternyata kurang dari dua pasangan calon, maka KPU harus memperpanjang masa pendaftaran," papar dia.
Kembali Arif menjabarkan, Surat Edaran (SE) KPU yang mengatur perpanjangan pendaftaran, diistilahkan formasi 3-3-3.
"Artinya, jika masa pendaftaran yang berlangsung selama tiga hari (kandidat Pilkada) masih kurang, maka diberi jeda waktu tiga hari untuk KPU melakukan sosialisasi. Tiga hari berikutnya itu, KPU membuka pendaftaran lagi," terang alumni Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.
Masa perpanjangan pendaftaran ini, ditegaskan Arif, khusus bagi pasangan calon yang diusung Parpol, seperti kasus di Surabaya. Sebab, untuk pasangan calon dari independen, telah berakhir.
"Karena sesuai tahapan, sebelumnya calon independen harus menyerahkan dukungan terlebih dahulu. Tapi, pada tahapan itu, di Surabaya tidak ada calon independen yang menyerahkan dukungannya ke KPU," ucapnya.
Diakui Arif, jika nantinya, hingga masa perpanjangan selesai tapi kandidatnya masih tetap kurang dari dua pasangan atau calon tunggal, seperti yang terjadi di Surabaya, maka dalam PKPU Nomor 12 disebutkan, Surabaya akan diikutkan Pilkada serentak berikutnya.
"Yaitu Pilkada Tahun 2017. Ini yang nentukan bukan KPU, tapi undang-undang," dalihnya lagi.
Terkait gugatan yang hendak dilakukan beberapa pihak atas terbitnya PKPU Nomor 12 ini, salah satunya oleh PDIP Surabaya, Aris mengakui, jika bertentangan dengan undang-undang, jalur yang ditempuh adalah mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA).
"Apabila undang-undang yang mengatur Pilkada, apakah bertentangan dengan UUD, proses judicial review-nya ke Mahkamah Konstitusi," tandasnya.