Kandas di PTUN, Koalisi Majapahit laporkan KPU Surabaya ke DKPP
Pelaporan itu dilakukan atas temuan adanya indikasi pelanggaran Pasal 40 dan 41 Peraturan KPU Nomor 9/2015.
Jelang penetapan dan pengesahan pasangan calon (Paslon) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya, Jawa Timur, Koalisi Majapahit terus melancarkan manuver politiknya. Setelah gugatannya ditolak oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Selasa lalu, kini mereka melaporkan Panwaslu dan KPU Kota Surabaya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Tim Kuasa Hukum Koalisi Majapahit, Sholeh mengatakan, kalau laporan tersebut sudah dilakukan pihaknya. "Memang sudah kami lakukan dua minggu lalu," kata Sholeh pada wartawan, Jumat (28/8).
Dijelaskan Sholeh, pelaporan itu dilakukan atas temuan adanya indikasi pelanggaran Pasal 40 dan 41 Peraturan KPU Nomor 9/2015, khususnya pada Pasal 41 PKPU Nomor 9/2015, kata Sholeh, yang mestinya KPU menolak berkas pendaftaran pasangan Rasiyo-Dhimam Abror.
"Tapi ternyata KPU menerima berkas pendaftaran itu, meski rekomendasi DPP PAN (Partai Amanah Nasional) tidak disertai stempel basah, serta hadirnya Wakil Sekretaris DPD PAN Surabaya pada saat pendaftaran Rasiyo-Abror dilakukan," paparnya.
Padahal, masih kata dia, dalam aturan, wajib dihadiri oleh ketua dan sekretaris. "Bukan malah wakil sekretaris," ucap mantan aktivis PRD ini.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Pokja Koalisi Majapahit, AH Thony, tidak menyangkal pernyataan tim kuasa hukumnya itu. Hanya saja, alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini mengaku masih menunggu momentum tepat. "(Laporannya) disimpan dulu. Nunggu momentum," singkatnya.
Ditegaskan politisi Gerindra ini, indikasi pelanggaran yang dilakukan KPU dan Panwaslu Kota Surabaya, seperti yang dituduhkan selama ini, memang sudah tidak bisa ditolelir lagi. Ada banyak peraturan yang dilanggar KPU saat proses tahapan pelaksanaan Pilkada dilakukan.
"Yang ditabrak tidak hanya PKPU, tapi juga undang-undang. Kalau soal sanksi (atas pelanggaran) ya itu bergantung dari DKPP," pungkasnya.
Seperti diketahui, Koalisi Majapahit yang terdiri dari Partai Gerindra, PKB, PKS, Golkar, Demokrat, PAN dan PPP menolak ikut serta di Pilwali Surabaya, karena menilai proses tahapan yang dilakukan KPU Surabaya, cacat hukum. Mereka menginginkan, Pilkada Surabaya digelar 2017.
Sayangnya, Demokrat dan PAN memilih keluar dari Koalisi Majapahit dan mengusung pasangan Rasiyo-Dhimam Abror untuk melawan pasangan petahana Tri Rismaharini-Whisnu Sakti Buana dari PDIP di Pilwali serentak yang digelar di Surabaya pada 9 Desember mendatang. Meski begitu, semangat Koalisi Majapahit untuk tetap meminta Pilwali Surabaya digelar 2017 tidak kendur. Dan terus melayangkan gugatan-gugatannya.