Kemendagri: Aspek Manajerial & Politik Berperan Penting dalam Pilkada
"Pelaksanaan Pilkada langsung dan serentak di Indonesia, merupakan salah satu bentuk administrasi publik yang penting dalam rekrutmen kepemimpinan lokal di Indonesia."
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai aspek manajerial dan politik merupakan variabel penting dalam pelaksanaan Pilkada. Di samping ada aspek hukum yang juga beriringan. Selain itu variabel penting lainnya adalah kepercayaan dan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Otda Kemendagri) Akmal Malik, di Jakarta, Selasa (8/12). Menurut Akmal, untuk membangun keseimbangan tersebut perlu dibangun suatu mekanisme Pilkada multikultural yang tidak seragam di setiap daerah. Pemilihan yang disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing atau asymetrical election. Itu pula, yang ia angkat dalam disertasi doktoralnya sebagai mahasiswa S3 Ilmu Administrasi Publik Program Doktor Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Bagaimana Pilkada 2020 diselenggarakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kenapa Pilkada tahun 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19. Pilkada di tahun tersebut dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat untuk menjaga keselamatan peserta dan pemilih.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
"Pelaksanaan Pilkada langsung dan serentak di Indonesia, merupakan salah satu bentuk administrasi publik yang penting dalam rekrutmen kepemimpinan lokal di Indonesia," katanya.
Akmal lantas mengutip pendapat seorang pakar bernama Roosenbloom. Menurut Akmal, Roosenbloom mengungkapkan ada 3 pendekatan yang dipakai untuk melihat administrasi publik dalam Pilkada. Tiga pendekatan itu, manajerial, politik dan hukum. Namun pendekatan manajerial dan politik lebih sering menjadi bahan sorotan publik. Walaupun akhirnya tetap harus mengikutsertakan pendekatan hukum dalam pembahasannya.
"Sejarah pelaksanaan Pilkada sebagai administrasi publik di Indonesia, belum pernah menunjukkan terjadinya keseimbangan antara pendekatan manajerial dan politik secara ideal," tuturnya.
Kata Akmal, keseimbangan antara pendekatan manajerial dan politik secara ideal, selalu menunjukkan fakta disparitas yang cukup tinggi diantara keduanya. Disparitas itu mulai dari hadirnya UU Nomor 1 Tahun 1945 yang lebih menonjolkan pendekatan manajerial, hingga hadirnya UU Nomor 10 Tahun 2016 yang lebih menekankan pendekatan politik. Disparitas antara pendekatan manajerial dan politik ini, membawa Pilkada di Indonesia pada posisi kinerja yang belum optimal.
"Karena mengabaikan hakekat dan substansi demokrasi yang sesungguhnya, yaitu terpilihnya pemimpin lokal yang mampu memberikan pelayanan terbaik untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya," ujarnya.
Maka, kata dia, berangkat dari banyaknya permasalahan itu, ditambah lagi dengan isu-isu pelaksanaan Pilkada, antara lain belum akuratnya data kependudukan, ASN yang tidak netral, dan kondisi politik lokal yang tidak kondusif yang mengganggu ekonomi, perlu digali formulasi Pilkada yang tepat. Dan apa yang diperlukan agar Pilkada langsung dan serentak ini tidak hanya sukses dilaksanakan tapi juga menghasilkan kepala daerah yang berkualitas.
"Saya dalam menganalisis ini menggunakan pendekatan teori Rosenbloom yang melihat suatu kebijakan publik dari aspek politik, manajerial dan hukum. Saya menganalisis bagaimana pelaksanaan Pilkada serentak dan langsung di Indonesia. Namun saya hanya berfokus pada aspek politik dan manajerial saja," kata Akmal.
Kajian kata Akmal, diawali dengan melakukan evaluasi terhadap regulasi tentang Pilkada yang pernah ada. Akmal Malik mengungkapkan ada sejumlah fakta terkait aspek politik dan manajerial dalam Pilkada. Pada Orde Baru dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, aspek manajerial lebih tinggi dibandingkan aspek politik, dimana pelaksanaan pemilihan dilakukan melalui DPRD. Sehingga lebih efektif, efisien dan ekonomis. Namun kelemahannya adalah aspek partisipasi dan keterwakilan politik dari masyarakat relatif kurang terakomodasi.
"Pada masa reformasi, saat diberlakukan UU Nomor 22 Tahun 1999 aspek politik tinggi, tapi dalam praktiknya aspek manajerial juga tinggi dimana ditandai banyaknya partai politik yang berkembang atau tingginya aspek politik. Sedangkan pemilihan tetap dilaksanakan oleh DPRD, atau tingginya aspek manajerial. Disini DPRD tidak bisa berperan hanya mewakili partai politik saja tapi harus mendengarkan suara masyarakat," urai Akmal.
Selanjutnya, kata dia, pada masa pasca reformasi Pilkada dilaksanakan mendasarkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004 yaitu melalui pemilihan langsung. Pendekatan ini memiliki aspek politik karena masyarakat bisa langsung memilih pemimpinnya. Sehingga legitimasi politiknya sangat kuat. Tapi dari sisi manajerial, Pilkada ini berbiaya yang sangat tinggi dan dianggap kurang efisien.
"Merespon hal tersebut, UU Nomor 32 Tahun 2004 dilakukan revisi dengan UU Nomor 22 Tahun 2014 dimana aspek manajerial menjadi pertimbangan utama. Namun UU Nomor 22 Tahun 2014 tersebut dicabut dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 1 Tahun 2015 dan di ubah menjadi UU Nomor 10 Tahun 2016," katanya.
Berdasarkan undang undang ini, kata Akmal, Pilkada dilaksanakan secara langsung. Sehingga legitimasi politik tinggi, karena setiap masyarakat dapat menyalurkan hak politiknya secara langsung. Dan juga dilakukan secara serentak agar biaya penyelenggaraan dapat lebih efisien. Perubahan undang-undang ini mengarah pada keseimbangan antara aspek politik dan aspek manajerial dimana hak hak politik dari warga negara tidak terganggu. Tapi disisi lain efektif dan efisiensi dalam pelaksanaan juga terjaga melalui mekanisme keserentakan Pilkada.
"Terhadap upaya untuk mencari format Pilkada yang ideal, yang seimbang antara aspek manajerial dan politik, saya coba untuk melakukan analisis dari berbagai variabel. Dari sisi struktur organisasi, untuk mencapai keseimbangan, maka struktur organisasi pelaksana disetiap daerah disesuaikan dengan kebutuhan masing masing wilayah," katanya.
Selain itu, ujarnya, perlu dilakukan perbaikan komunikasi berbagai pihak yang terlibat maupun tidak terlibat dalam Pilkada langsung dan serentak. Keseimbangan akan tercapai jika leadership penyelenggara yang baik dan jika seluruh stakeholder terutama partai politik dan masyarakat saling melakukan pengawasan. Dari sisi nilai, Pilkada adalah ajang untuk mencari pemimpin yang tidak hanya mewakili kepentingan sebagian besar warganya namun juga responsif terhadap kebutuhan warganya. Kepercayaan warga dan kepuasan terhadap hasil kinerja pimpinan hasil Pilkada menjadi dua hal yang penting dan tidak terpisahkan.
"Selain hal tersebut di atas, saya menemukan bahwa aspek kepercayaan warga dan kepuasan warga masyarakat menjadi variable penting untuk kesuksesan pelaksanaan Pilkada. Keseimbangan aspek politik dan manajerial akan tercapai jika proses politik dapat berjalan dengan baik dan lancar, tapi juga kepala daerah yang dihasilkan juga merupakan kepala daerah yang berkualitas. Hal itu dapat tercapai apabila kepercayaan masyarakat tinggi, dan kepuasan masyarakat terhadap kinerja lembaga publik juga tinggi," tuturnya.
Jadi kesimpulannya, kata Akmal, dari hasil penelitian yang dilakukan yang kemudian dituangkan dalam disertasi doktoralnya, membuktikan bahwa kepercayaan dan kepuasan masyarakat menjadi kunci sukses Pilkada langsung dan serentak. Utamanya pada saat kondisi pandemi seperti sekarang ini.
"Selain itu, keseimbangan aspek manajerial dan politik dalam pelaksanaan Pilkada juga penting,"kata Akmal.
Baca juga:
Petugas KPPS di Jatim Banyak Reaktif Covid-19, Bawaslu PAW 67 Pengawas TPS
KPU Pastikan Logistik Pilkada Sudah Terdistribusi ke Tingkat Desa/Kelurahan
Meski Pandemi, Mendagri Yakin Partisipasi Pemilih Tinggi Saat Hari Pencoblosan Besok
Masih Pandemi, Mendagri Ingatkan Jangan Ada Kerumunan Saat Hari Pencoblosan
VIDEOGRAFIS: Pasien Covid-19 Tetap Bisa Nyoblos Saat Pilkada 2020
Bawaslu Kabupaten Bandung Temukan Dugaan Praktik Money Politik Modus Bagi Sembako