Mengapa Sanksi DKPP ke Ketua KPU Tak Berdampak pada Pencalonan Gibran? Ini Penjelasan Pakar
Sanksi peringatan terakhir DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari tidak berdampak terhadap pencalonan Gibran sebagai Cawapres.
Putusan DKPP terhadap Ketua KPU harus dilihat pada dua konteks yang berbeda.
Mengapa Sanksi DKPP ke Ketua KPU Tak Berdampak pada Pencalonan Gibran? Ini Penjelasan Pakar
Pakar Hukum Tata Negara Fahri Bachmid mengatakan sanksi peringatan terakhir DKPP kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari karena melanggar etik berat tak berdampak secara hukum terhadap Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
- Bawaslu: Ketua KPU Langgar Etik, Tapi Tak Pengaruhi Pencalonan Gibran
- Reaksi Ketua KPU Diputus Melanggar Etik oleh DKPP Terkait Pencalonan Gibran
- Ketua KPU Dinyatakan Langgar Etik Karena Pencalonan Gibran, DKPP Sebut Tak Pengaruh Pencalonan Cawapres
- DKPP: Ketua KPU Hasyim Asy'ari Langgar Kode Etik Soal Pencalonan Gibran
Padahal, Hasyim terbukti melanggar etik terkait pencalonan Gibran sebagai Cawapres Prabowo.
"Eksistensi sebagai legal subject Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah konstitusional serta legitimate," kata Fahri dalam keterangannya, Senin (5/2).
Menurutnya, putusan DKPP itu harus dilihat pada dua konteks yang berbeda. Yaitu, pertama status konstitusional KPU sebagai subjek hukum yang diwajibkan legal obligation untuk melaksanakan perintah pengadilan yaitu Putusan MK Nomor 90/PUU- XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023.
Yang kedua, dalam melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi a quo, tindakan Para Teradu (KPU) dianggap tidak sesuai dengan tata kelola administrasi tahapan pemilu sehingga berkonsekuensi terjadi pelanggaran etik.
Fahri mengatakan, DKPP dalam pertimbangan hukumnya berpendapat, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah produk hukum yang mengikat bagi KPU selaku pemangku kepentingan.
"Ketentuan tersebut jelas bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat umum erga omnes yang langsung dilaksanakan self executing Putusan Mahkamah derajatnya sama seperti Undang-Undang yang harus dan wajib dilaksanakan oleh negara, seluruh warga masyarakat, dan pemangku kepentingan yang ada," jelas Fahri.
"Sehingga dengan demikian dari aspek hukum tata negara tindakan KPU menindaklanjuti Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 dalam pencalonan peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 adalah tindakan yang sudah sesuai dengan Konstitusi," ucapnya.
Dalam pertimbangan yuridis, kata Fahri, putusan DKPP mengatakan bahwa dalam melaksanakan Putusan MK, tindakan KPU selaku teradu tidak sejalan dengan tata kelola administrasi tahapan Pemilu.
"Artinya KPU seharusnya segera menyusun rancangan perubahan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023," paparnya.
"Tetapi pada hakikatnya itu merupakan ranah etik yang tentunya dapat dinilai secara etik sesuai Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu," pungkasnya.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari dinyatakan melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu oleh DKPP terkait pencalonan Gibran sebagai bakal Cawapres pada 25 Oktober 2023.
KPU telah menyalahi aturan karena belum merevisi PKPU terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/202. DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras dan yang terakhir kepada Hasyim.