MK pertanyakan perbedaan isi gugatan baru presidential threshold
Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini memulai sidang pendahuluan uji materi Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatan ini diajukan oleh 12 pemohon yang menguji Pasal 222 ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini memulai sidang pendahuluan uji materi Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Gugatan ini diajukan oleh 12 pemohon yang menguji Pasal 222 ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Hakim konstitusi meminta, para pemohon menunjukkan masalah konstitusional yang baru. Pasalnya, dari 12 pemohon yang ada, pernah mengajukan terhadap pasal a quo.
-
Siapa yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2019? Berdasarkan rekapitulasi KPU, hasil Pilpres 2019 menunjukkan bahwa pasangan calon 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, meraih 85.607.362 suara atau 55,50%, sementara pasangan calon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, meraih 68.650.239 suara atau 44,50%.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Siapa yang menjadi presiden setelah PDIP menang di pemilu 2019? Seiring dengan kemenangan PDIP, Joko Widodo juga kembali terpilih sebagai presiden Indonesia untuk masa jabatan kedua.
-
Apa yang diraih Partai Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
"Tadi saya juga mau menekankan satu hal untuk membuktikan alasan, sebenarnya disebut di dalam hukum acara itu adalah bukan sekedar alasan, tapi alasan konstitusional baru. Artinya di situ ada, selalu ada argumen konstitusionalnya yang dikaitkan dengan ini," ucap hakim I Dewa Gede Palguna, di ruang sidang, Jakarta, Selasa (2/7).
Dia pun meminta pemohon membuat matriks perbedaan gugatan sebelumnya dengan yang hari ini diajukan. Supaya ada perbedaan alasan konstitusional yang baru. "Yang untuk menjelaskan adanya perbedaan permohonan ini dan sebelumnya," ungkap Palguna.
Sementara itu, salah satu pemohon dalam perkara yang diberi nomor 49/PUU/XVI/2018, Hadar Nafis Gumay, mengatakan apa yang tertuang dalam pasal 222 sebenarnya bukan tata cara, melainkan syarat.
"Pasal 222 itu isinya penambahan syarat, bukan tata cara. Sehingga ini bertentangan dengan konstitusi kita," ungkap Hadar.
Mantan Komisioner KPU ini melihat, adanya ambang batas, jelas memperkecil ruang untuk terjadinya perubahan. Di mana hal itu merupakan esensi dalam pemilihan presiden.
"Contohnya partai baru yang belum ada di pemilu sebelumnya tidak punya ruang untuk mengajukan pasangan calon. Kemudian dengan adanya presidential threshold, berpotensi adanya calon hanya ada dua atau tunggal. Itu bertentangan betul dari konstitusi kita yang menyatakan presiden didapatkan lewat pemilihan. Pemilihan itu harus ada calon yang lebih dari satu," jelas Hadar.
Sementara itu, salah satu pemohon lainnya, Titi Anggraini yang juga Direktur Perludem menjelaskan, adanya Pasal 222 jelas memotong asas konstitusional dalam pengusulan presiden, berbeda dengan yang dikehendaki UUD 1945.
"Kami tegaskan ambang batas tidak dikenal dalam konstitusi kita. Dan bukan open legal policy. Bukan kebijakan politik hukum terbuka, tapi tertutup. Jadi yang kami dorong pengusulan capres dan cawapres sesuai konstitusi," pungkasnya.
Sebelumnya, Januari 2018 MK telah menolak uji materi tentang Ambang Batas Presiden. Majelis Hakim Anwar Usman mengingatkan salah satu substansi penting perubahan UUD 1945 adalah penguatan sistem pemerintahan presidensial.
Substansi ini, kata Anwar, merupakan salah satu dari lima kesepakatan politik penting, yang diterima secara aklamasi oleh seluruh fraksi yang ada di MPR tahun 1999, sebelum melakukan perubahan terhadap UUD 1945.
Selain itu, masih kata dia, memperkuat sistem presidensial juga memiliki makna lain dalam konteks sosio-politik. Makna lain itu, lanjutnya, mempertimbangkan kebhinekaan atau kemajemukan masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek, jabatan Presiden dan Wakil Presiden atau lembaga Kepresidenan.
Senada, Majelis Hakim Wahiduddin Adam mengatakan, jika mengacu pada Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945, mendorong agar partai-partai memiliki platform, visi, atau ideologi yang sama atau serupa berkoalisi dalam mencalonkan presiden dan wakil presiden.
"Sehingga ke depan diharapkan akan lahir koalisi yang permanen, sehingga dalam jangka panjang diharapkan akan terjadi penyederhanaan partai secara alamiah," ucap dia.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Presiden Jokowi persilakan kelompok masyarakat gugat ambang batas capres di MK
Aksi pemohon mengajukan uji materi syarat ambang batas pencalonan presiden di MK
PKPI tetap dukung Jokowi meski gugatan ambang batas Capres dikabulkan MK
KPU desak MK segera putuskan gugatan presidential threshold
Gugat ambang batas pencapresan, ini alasan Busyro Muqoddas dkk