MKD tak bisa proses Setnov meski berstatus DPO
Sudding memaparkan bahwa ada mekanisme tersendiri berupa hukum acara dan tata tertib yang harus dipatuhi untuk memberhentikan Setnov secara sementara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi mengajukan tersangka kasus korupsi e-KTP Setya Novanto (Setnov) sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO). Hal ini dikarenakan Setnov selalu menghindar dalam pemanggilan.
Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) Syarifudin Sudding mengatakan penetapan Setya Novanto sebagai DPO oleh KPK bukanlah dapat dijadikan alasan bagi pihaknya untuk memproses status Setnov yang menjabat sebagai Ketua DPR. Sebab, anggota DPR hanya bisa diberhentikan dari jabatannya apabila statusnya sudah menjadi terdakwa dan bukan lagi tersangka.
"Enggak bisa statusnya. Karena dalam UUMD3 itu status, status yang bersangkutan terdakwa, dalam posisi sebagai terdakwa," kata Syarifuddin di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (17/11).
Sudding memaparkan bahwa ada mekanisme tersendiri berupa hukum acara dan tata tertib yang harus dipatuhi untuk memberhentikan Setnov secara sementara.
Sekjen Partai Hanura itu juga menambahkan ketika nanti sudah dalam status sebagai terdakwa, lalu kemudian MKD akan memproses dengan aturan yang ada. Mulai dari mekanisme untuk menggelar rapat sidang serta meminta pandangan dari masing masing seluruh fraksi terkait pemberhentian Setnov.
"Proses pemberhentian sementara itu sangat jelas, di hukum acara manakala seorang anggota itu sudah dinyatakan sebagai terdakwa, jadi bukan dalam posisi sebagai tersangka," ujarnya.
Dia pun mengatakan tidak ingin menyalahi aturan. Sebab itulah, pemberhentian sementara terhadap Setnov yang sedang terjerat kasus hukum korupsi e-KTP harus berpatokan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Kita tetap berpatokan pada aturan," ujarnya.
KPK resmi menetapkan status Daftar Pencarian Orang (DPO) kepada Ketua DPR Setya Novanto. Status DPO diputuskan setelah Setya Novanto tidak kunjung datang atau menyerahkan diri ke KPK sampai Kamis (16/11) sekira Maghrib.
"Sampai akhirnya diputuskan pembicaraan internal KPK. Akhirnya diputuskan oleh pimpinan KPK mengirimkan surat ke Mabes Polri. Tembusan ke Kapolri dan NCB Interpol menjadikan nama yang bersangkutan masuk ke dalam DPO," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Kamis (16/11) malam.
Menurut Febri, berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf h dan Pasal 12 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK bisa meminta Polri untuk membantu pencarian itu.
"KPK bisa menggunakan hak tersebut dan meminta ke Polri untuk membantu pencarian. Tentu tim KPK juga melakukan pencarian dan dapat dilakukan tindakan hukum yang lain," tuturnya.