PDIP tolak saksi dibayar negara, khawatir mirip BLT
PDIP menilai kebijakan ini akan dijadikan komoditas politik oleh pihak tertentu.
Pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar untuk membayar saksi partai politik dalam pencoblosan di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). PDI Perjuangan ( PDIP ) tegas menolak wacana tersebut dengan alasan, menjaga kemandirian partai.
Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo menuturkan, pihaknya telah melakukan rapat internal soal kucuran dana saksi dari pemerintah untuk para saksi di TPS tersebut. Hasilnya, pihaknya tegas menolak.
"Prinsipnya menolak hal ini. Setidaknya terkait kemandirian partai politik dan pertanggungjawabannya bagaimana? Yang menyerahkan dana ke saksi siapa?" kata Tjahjo dalam pesan singkat, Selasa (28/1).
Tjahjo menilai, penolakan dilakukan karena dikhawatirkan kebijakan ini akan dijadikan komoditas politik. Layaknya Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Persepsi di bawah pasti pemerintah yang membiayai saksi. Bisa disamakan dengan bantuan tunai dari pemerintah seperti dana BOS dan dana balsem atau BLT dari pemerintah dan lain-lain," tuding dia.
Anggota Komisi I DPR ini juga tak sepakat dengan niatan Bawaslu yang ingin menyiapkan relawan sebagai saksi untuk meminimalisir dana yang dikeluarkan oleh partai politik. Dia mempertanyakan dari mana asal relawan tersebut dan curiga justru malah disalahgunakan.
"Kalau mahasiswa misalnya tidak masalah, tapi kalau akhirnya yang daftar relawan misal oknum PNS atau oknum aparat, setidaknya akan mempengaruhi demokrasi di tingkat TPS. Jangan sampai faktor X jadi penyebab demokratisasi terhalang dalam pileg dan pilpres," pungkasnya.