Pemerintah ngotot saksi partai di TPS dibayar negara
Menkum HAM beralasan, jika ada saksi partai di setiap TPS akan meminimalisir sengketa.
Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin tetap ingin saksi partai politik di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibayar oleh negara. Alasannya, agar jalannya pemilu dapat diawasi sejak berada di TPS sehingga dapat meminimalisir sengketa.
Amir mengatakan, menumpuknya sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) karena tidak terawasinya dengan baik proses pemungutan suara mulai dari TPS. Jika seluruh parpol punya saksi, dia yakin persoalan dapat selesai di TPS tanpa harus dibawa ke MK.
"Nah yang sering terjadi kurangnya saksi, ada partai tertentu yang tidak memiliki saksi dan alasan tidak disaksikan saksi kemudian sengketa jadi banyak dikirim ke MK," kata Amir di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (6/2).
Oleh sebab itu, dia sangat ingin jika seluruh partai politik memiliki saksi di TPS. Bagi partai yang tak punya dana untuk membayar saksi, lanjut dia, karena itu negara menyiapkan dana untuk membiayai saksi tersebut.
"Menurut pandangan saya, kalau semua partai punya saksi akan sangat berkurang potensinya kecurangan yang dibawa jadi sengketa. Manakala seluruh saksi sudah hadir, di sana (TPS) selesai urusannya di sana," tegas dia.
Dia heran mengapa banyak partai politik menolak dana saksi dibiayai oleh negara. Padahal negara sudah menyiapkan dana sebesar Rp 660 miliar bagi seluruh saksi di TPS.
"Tapi saya tidak mengerti kenapa ada parpol keberatan ketidaksepakatan mereka harus kita hormati. Tapi secara akal sehat, kalau seluruh parpol sudah memiliki saksi di TPS, Insya Allah sengketa makin sangat berpotensi diminimalisir. MK tidak perlu lagi bekerja begitu keras untuk harus menangani (sengketa pemilu)," ujarnya.