Pilkada masuk rezim pemilu, pemerintah dan DPR diminta revisi UU
Menurut Saldi, segelintir orang lupa melirik Pasal 18 ayat (4) UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) bukan merupakan rezim pemilu. Keputusan ini berdasarkan Pasal 22e UUD 1945. Namun Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra mengatakan pilkada masuk dalam rezim pemilu.
Menurut Saldi, segelintir orang lupa melirik Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 dengan rumusan, "Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dipilih secara demokratis".
"Pasal itu ditindaklanjuti dengan UU Nomor 32/2004 tentang sisten pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung," kata Saldi dalam Seminar Kodifikasi UU Pemilu bertajuk 'Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah' di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Rabu (18/5).
Diterangkan dia, Putusan MK Nomor 072-073 PUU-II/2004 menerangkan bahwa penentuan sistem pemilihan kepala daerah merupakan open legal policy pembentuk UU. Putusan lain bernomor 97/PUU-XI/2013 bahwa Pilkada dinyatakan sebagai rezim pemerintah daerah, tidak masuk dalam rezim pemilu dalam pasal 22e UUD 1945.
"MK menggunakan alasan rezim hukum untuk menilai apakah pilkada merupakan pemilu atau tidak, bukan berdasarkan asas-asas pilkada yang mengacu pada pasal 22e ayat (1) UU 1945," ujar Saldi.
Saldi bahkan mempertanyakan argumen MK yang tidak berdasar. Jika Pilkada merupakan rezim hukum pemda, lantas mengapa KPU yang melaksanakan? Sementara KPU merupakan bagian dari rezim pemilu.
Mengenai hal ini, Saldi menilai pemerintah maupun DPR belum serius dalam menyikapi putusan yang dianggap masih simpang siur. Apalagi, kata dia, hingga saat ini UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah belum selesai direvisi.
"Dulu kami berpikir pemilu serentak 2016 itu perlu energik paling tidak 1 tahun sebelum pelaksanaan revisi sudah selesai. Kalau tidak selesai 1 tahun kita terjebak injure time," ungkapnya.
Lihat Pemilu di Liputan6.com
Saldi khawatir, dengan lambannya keputusan terhadap revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 ini, akan terjadi hal-hal yang mengkhawatirkan dalam pelaksanaan Pilkada serentak pada gelombang kedua yang akan dihelat pada Februari 2017 nanti .
"Mumpung belum terlambat, kita mendesak Mendagri, Menkum HAM, Presiden segera memberikan perhatian seperti ini. Kalau bukan tahun ini, maka kita tidak memiliki waktu yang cukup memperhitungkan kelemahan yang muncul," tuntasnya.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Mengapa Pilkada Serentak diadakan? Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaan pemilihan, serta mengurangi biaya penyelenggaraan.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Kenapa Pilkada itu penting? Pilkada artinya singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah, adalah salah satu momen krusial dalam sistem demokrasi kita.
Baca juga:
Perludem usul Pilkada dan Pemilu DPRD dilebur jadi Pilkada Daerah
LIPI: Pemilu tak hasilkan wakil rakyat dan pejabat berkualitas
Pilkada masuk rezim pemilu, pemerintah dan DPR diminta revisi UU
KPU gelar uji publik rancangan peraturan Pilkada 2017
DPR dukung TNI Polri, PNS tidak wajib mundur jika maju pilkada