Pilkada serentak dan upaya membangun kesadaran politik rakyat
Pilkada serentak 2018 menjadi ajang pemanasan menuju pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang akan digelar serentak pada 17 April 2019. Rakyat seharusnya mulai sadar menuntut haknya dan tidak terjebak kepentingan elite.
Tahun 2018 adalah tahun politik. Suhu politik di dalam negeri akan meningkat seiring dengan hajatan pilkada serentak yang diikuti 171 daerah terdiri dari 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten. Pilkada serentak ini akan menjadi ajang pemanasan menuju pemilihan legislatif dan pemilihan presiden yang akan digelar serentak pada 17 April 2019. Rakyat seharusnya mulai sadar menuntut haknya dan tidak terjebak kepentingan elite.
Dalam pilkada, pileg dan pilpres, para elite politik bekerja keras meraih simpati dan dukungan dari pemilih. Dari proses seleksi ini, semestinya melahirkan kepemimpinan politik yang berpihak pada kepentingan masyarakat banyak dan birokrasi yang melayani publik.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Mengapa Pemilu 2019 di sebut Pemilu Serentak? Pemilu Serentak Pertama di Indonesia Dengan adanya pemilu serentak, diharapkan agar proses pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dapat dilakukan dengan lebih efisien dan efektif.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.
Farouk Abdullah Alwyni, Chairman, Center for Islamic Studies in Finance, Economics, and Development (CISFED) mengatakan, demokrasi yang berjalan saat ini masih melahirkan elite-elite politik yang belum berdampak fundamental untuk pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara.
"Para elite masih berkutat dengan kepentingan pribadinya masing-masing, baik hanya sekadar mengumpulkan harta maupun membangun pesona pencitraan untuk mengejar lebih jauh ambisi politiknya, di tengah-tengah disparitas ekonomi yang semakin tajam, dan kebanyakan rakyat yang belum terpenuhi kebutuhan pokoknya. Kita mengharapkan terbentuknya demokrasi substantif, bukan demokrasi semu. Demokrasi yang baik itu harusnya mengubah birokrasi menjadi instrumen pelayanan masyarakat," ujarnya di Jakarta, Selasa (6/2).
Akibat sistem demokrasi yang tidak menyentuh persoalan mendasar, Farouk menilai disparitas semakin tajam, karena pemerintah tidak hadir untuk keadilan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara merata. Merujuk data Bank Dunia, 10 persen penduduk menguasai sekitar 77 persen kekayaan negara. Bahkan lebih buruk lagi, 1 persen orang terkaya memegang setengah dari seluruh kekayaan negara.
Itu sebabnya, Farouk melihat, pentingnya membangun kesadaran politik yang berdampak langsung bagi kualitas hidup masyarakat, bukan sekadar isu politik elite untuk kepentingan politik elite sendiri.
Farouk juga menyatakan, kesadaran politik yang perlu dibangun adalah terkait penumbuhan keberanian masyarakat untuk menuntut perbaikan layanan publik di berbagai aspek mulai dari birokrasi pemerintahan seperti pengurusan akta lahir, akta kematian, kartu keluarga, dan pemakaman, isu perbaikan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan, pembangunan infrastruktur jalan yang memadai dan transportasi publik, isu perlindungan konsumen, kebersihan lingkungan, sampai dengan perbaikan layanan institusi penegakan hukum dan peradilan.
"Setiap kepala daerah harus dituntut seoptimal mungkin memberikan layanan yang prima kepada publik, harus ada upaya mengurangi paper work dan lebih menuju paperless birokrasi, dibutuhkan perampingan birokrasi layanan publik, yang kita miliki sekarang adalah terlalu panjang panjang mulai dari RT, RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, sampai dengan pemerintah daerah (Gubernur)," jelas Farouk.
"Perlu ada pemotongan struktur birokrasi agar masyarakat tidak di bebani kebutuhan tanda tangan yang terlalu banyak," tukasnya.
Menurut Farouk, begitu banyak pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan. Sebab, berdasarkan sejumlah indikator indeks internasional, negara kita masih ketinggalan dengan negara lain. "Pertama, ketidakefisienan birokrasi. Kedua, persoalan hukum dan korupsi, Ketiga, infrastruktur yang masih minim. Keempat, kualitas pembangunan manusia. Kelima, angka kematian ibu yang cukup tinggi," paparnya.
"Persoalan-persoalan di atas menunjukkan bahwa banyak PR yang harus dikerjakan baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemilu dan pilkada jangan hanya sekedar menjadi aksi panggung para elite politik. Ironisnya rakyat sekadar ikut-ikutan disibukkan oleh aksi panggung mereka, sedangkan hal-hal yang mendasar di Indonesia ini tidak kunjung mengalami perbaikan. Perlu pembangunan kesadaran politik rakyat untuk perubahan yang lebih riil," tutup Farouk.
Baca juga:
Bos Lion Air khawatir gejolak politik ganggu bisnis penerbangan
Cyrus Network: Ridwan Kamil 45,9 persen dan Deddy Mizwar 40,9 persen
Cegah gesekan, KPU tentukan 4 zona kampanye di Pilgub Sumsel
Menko Polhukam masih kaji penunjukan jenderal polisi jadi Pj gubernur
Kasad: Saya jamin tidak ada prajurit saya yang melakukan kampanye gelap