Presiden PKS: Kita memasuki gelombang ketiga
Gelombang pertama merupakan era penjajahan, di mana generasi muda berhasil melahirkan bangsa baru, Indonesia.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta berkeyakinan, Indonesia akan memasuki era sejarah baru saat generasi muda di bawah 45 tahun bangkit memimpin bangsa. Menurut dia, pemimpin muda memiliki kemampuan meyakinkan masyarakat.
"Saatnya generasi muda memimpin dengan tidak hanya mengandalkan power, tapi memiliki kemampuan negosiasi untuk meyakinkan masyarakat. Gelombang ketiga adalah pemimpin masa depan, figur yang memiliki kemampuan persuasi," ujar Anis dalam rilis yang diterima merdeka.com, Rabu (11/12).
Optimisme Anis tentang gelombang ketiga ini mencuat karena beberapa parameter kini sudah terpenuhi. Misalnya, ia mencontohkan, munculnya golongan muda yang berpendidikan, berpendapatan bagus dan well-connected. Sehingga, kata dia, pemuda memiliki modal menjadi pemimpin nasional.
"Ini akan menjadi momentum peralihan gelombang sejarah bagi Indonesia. Ini juga dikaitkan dengan kegiatan Pemilu 2014 yang akan memilih pemimpin nasional. Saat ini kita memasuki gelombang ketiga dengan tuntutan kepemimpinan yang berbeda dengan gelombang sebelumnya," jelas mantan Wakil Ketua DPR ini.
Lebih jauh Anis memaparkan, gelombang pertama merupakan era penjajahan, di mana generasi muda berhasil melahirkan bangsa baru, Indonesia. Sedangkan era kedua, dia menyebutnya masa pencarian sistem ekonomi politik yang senapas dengan struktur budaya sosial rakyat Indonesia.
"Gelombang ini, berlangsung sejak Orde Lama, Orde Baru hingga reformasi," kata dia.
Pada gelombang kedua ini, Anis menerangkan, keseimbangan demokrasi dan pembangunan, kebebasan dengan kesejahteraan, serta otonomi daerah dan integritas nasional, mulai nampak. Lalu, lanjutnya, reformasi menggugat kesadaran baru akan relasi agama dan negara, demokrasi dan pembangunan, serta hubungan pusat dan daerah.
"Sedangkan gelombang ketiga ditandai penguatan civil society, seperti parpol, media, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pada era ini, kekuasaan lembaga negara tak ada lagi yang dominan. Dalam kondisi riil seperti itu, pemimpin tidak bisa lagi mengandalkan otoritas, melainkan kemampuan persuasi," tutur politisi kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini.
"Sekarang ini, pemimpin yang ideal adalah less authority, but more responsibility, pemimpin yang punya tanggung jawab, meski wewenangnya sedikit," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Kahoyong Political Institute, Gus Maul menilai, konsep kepemimpinan generasi ketiga merupakan kebutuhan demokrasi dan sejarah.
"Dengan kondisi saat ini, saatnya ada sentuhan baru di republik ini. Sentuhan ini akan dimulai dalam bingai pesta demokrasi 2014," kata dia di kesempatan yang sama.