Revisi UU demi Golkar dan PPP, DPR dinilai paksakan kehendak ke KPU
KPU diminta tetap independen dan tidak menuruti permintaan DPR.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada (Perludem, Kode Inisiatif, Para Syndicate, IPC, JPPR, ICW, YLBHI) menilai pemanggilan KPU oleh pimpinan DPR dan Komisi II DPR kemarin (4/5) adalah bentuk pemaksaan kehendak dan kepentingan politis semata. Pasalnya, KPU sudah menyatakan sikap terkait verifikasi kepengurusan parpol dalam pencalonan kepala daerah yakni berpedoman pada SK kepengurusan parpol yang dikeluarkan oleh Kemenkum HAM.
"DPR terkesan memaksakan kehendak yang pada intinya PKPU terkait pencalonan mesti memastikan dua partai politik yang sedang bersengketa kepengurusan bisa mengikuti pilkada pada Desember 2015. Ini terbukti dengan dipanggil kembali KPU oleh Komisi II DPR kemarin," ujar Peneliti Perludem Fadli Rahmadani dalam konferensi pers di Kedai Dua Nyonya, Jl. Cikini Raya, Jakarta Pusat, Selasa (5/5).
Diketahui, KPU sudah mengeluarkan Peraturan KPU (PKPU) di mana isinya menyatakan bahwa, pertama, penetapan parpol perserta pilkada merujuk pada SK kepengurusan oleh Kemenkum HAM. Kedua, SK Kemenkum HAM terkait pengesahan kepengurusan parpol yang sedang disengketakan di pengadilan, maka KPU akan merujuk pada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Konsekuensinya, bagi parpol yang masih bersengketa, jika belum mempunyai keputusan hukum tetap sampai bulan Juli ini tidak dapat mengikuti pilkada.
Lanjut Fadli, sikap KPU pada dasarnya sudah benar. Rekomendasi DPR dinilainya memaksa, sebab KPU mempunyai wewenang tanpa intervensi dari siapa pun.
"Rekomendasi DPR itu memaksa, padahal KPU berwenang tanpa intervensi dari siapa pun," papar Fadli.
Menanggapi hal tersebut, mereka mengecam keras sikap DPR dan terus mendukung langkah KPU untuk segera menetapkan dan mengundang PKPU terkait pencalonan kepala daerah.
"Kami mengecam keras sikap DPR yang demikian serta mendukung penuh KPU untuk segera menetapkan dan mengundangkan PKPU terkait pencalonan kepala daerah," tutup Fadly.
Seperti diketahui, DPR tetap menginginkan poin ketiga rekomendasi syarat parpol ikut pilkada dimasukkan ke dalam PKPU. Rekomendasi ini yaitu parpol yang bersengketa boleh ikut pilkada dengan merujuk pada putusan akhir pengadilan, tak perlu inkracht.
Hal ini merujuk pada dualisme yang terjadi di internal Golkar dan PPP. Di mana jika kedua partai ini tidak islah, maka terancam tidak ikut pilkada, sesuai dengan amant UU Pilkada dan UU Parpol. Waktu pilkada semakin mepet, dua kubu yang berseteru sama-sama tak menunjukkan sikap mau berdamai.
Rekomendasi poin ketiga ini yang ditentang oleh KPU, sebab tidak memiliki payung hukum. Oleh karena itu, DPR pun berencana melakukan revisi UU Pilkada dan UU Parpol dalam waktu singkat sebelum pendaftaran calon kepala daerah dimulai.