RUU Pemilu, NasDem Ingin Ambang Batas Presiden Turun Menjadi 15 Persen
Saan mengatakan, polarisasi itu banyak karena emosional dan fanatisme. Selain juga karena dukungan rasional. Akibatnya, mengarah kepada politik identitas.
Fraksi Partai NasDem DPR RI menginginkan ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (Presidential Threshold) turun menjadi 15 persen dari 20 persen. Sekretaris Fraksi NasDem DPR RI Saan Mustopa mengatakan, pertimbangannya dua Pilpres sebelumnya menghasilkan dua pasangan calon yang menyebabkan polarisasi tajam di masyarakat.
"Pertimbangannya, dua kali pemilihan Presiden (Pilpres) dengan threshold 20 persen itu, hanya ada dua pasang calon. Karena hanya ada dua pasang calon, menyebabkan polarisasi yang tajam di masyarakat. Jadi, masyarakat terbelah," ujar Saan dalam keterangannya, Selasa (26/1).
-
Apa itu DPT Pemilu? DPT Pemilu adalah singkatan dari Daftar Pemilih Tetap. Di mana DPT Pemilu adalah daftar Warga Negara Indonesia (WNI) yang memiliki hak untuk memilih dan telah ditetapkan oleh KPU.
-
Kapan hasil PSU DPD RI Sumbar diumumkan? Perolehan suara itu dibacakan langsung oleh Ketua KPU Sumbar Surya Efitrimen pada Sabtu, (20/7) siang.
-
Siapa yang bertugas sebagai PPDP dalam pemilu? Petugas Pemutakhiran Data Pemilih atau PPDP Pemilu adalah lembaga yang berperan penting dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia.
-
Apa yang dilakukan Rizki Natakusumah di DPR? Melalui Instagram, Rizki sering membagikan momen rapatnya dengan berbagai komisi DPR. Misalnya, Rizki sering mengunggah foto ketika ia menyampaikan pandangannya mengenai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2022 di hadapan anggota DPR lainnya.
-
Kapan Rizki Natakusumah menjabat sebagai anggota DPR RI? Rizki telah menjabat sebagai anggota DPR RI sejak 1 Oktober 2019, dan aktif terlibat dalam berbagai kegiatan legislatif.
-
Apa peran Rizki Natakusumah di DPR? Setelah menikahi Beby Tsabina, Rizki Natakusumah semakin menjadi pusat perhatian publik, terutama saat melaksanakan tugasnya sebagai anggota DPR RI.
Saan mengatakan, polarisasi itu banyak karena emosional dan fanatisme. Selain juga karena dukungan rasional. Akibatnya, mengarah kepada politik identitas.
"Hal itu kemudian menjurus kepada politik identitas. Untuk menghindari polarisasi di masyarakat itu, maka kami ingin angkanya (Presidential Threshold) diturunkan," katanya.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini menyebutkan, jika ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden diturunkan, tidak terjadi polarisasi. Sebab kemungkinan besar calon Presiden dan Wakil Presiden bisa lebih dari dua pasangan.
Namun, Saan menilai tidak diturunkan sampai 10 persen karena akan menimbulkan terlalu banyak calon.
"Banyak calon memang bagus. Masalahnya, di kita itu ada budaya asal nyapres. Tidak peduli dukungan publiknya kuat atau lemah," ucapnya.
Dengan diturunkan ambang batas pencalonan presiden menjadi 15 persen, kira-kira dua partai bisa mengusung Capres dan Cawapres. Proses koalisi akan lebih mudah.
"Jadi, lebih simpel. Proses koalisi untuk mengajukan calon, lebih mudah juga. Intinya, dengan 15 persen ini, bisa ada lebih dari dua pasang. Sehingga, polarisasi masyarakat bisa diminimalisasi," ujarnya.
Saan mengatakan, akan ada dampak lain jika banyak pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Akan menambah beban negara karena pasangan calon yang lolos harus diberi pelayanan seperti pengawalan dan sebagainya.
"Akibatnya, jadi tambah beban negara kalau kebanyakan Capres," imbuhnya.
Baca juga:
Anggota KPU Dukung Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah
PAN Tolak Revisi UU Pemilu, PDIP Singgung Sikap Sesaat dan Isu Pinggiran
Tolak Revisi, Ketum PAN Nilai UU Pemilu Masih Bisa Dipakai untuk 4 Kali Pemilu
Ketum PAN Tolak Pembahasan Revisi UU Pemilu
Sekjen Hanura Protes RUU Pemilu: Diskualifikasi Partai Korup dalam Pemilu!