Saldi Isra: MK Menjebak Diri Sendiri dalam Pusaran Politik
Putusan itu menurut Saldi Isra dapat menuruntuhkan kepercayaan publik terhadap MK.
Putusan itu menurut Saldi Isra dapat menuruntuhkan kepercayaan publik terhadap MK.
Saldi Isra: MK Menjebak Diri Sendiri dalam Pusaran Politik
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan syarat calon presiden dan calon wakil berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Gugatan itu termuat dalam nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan seorang mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru.
Hakim Konstitusi Saldi Isra merasa khawatir putusan itu membuat MK terjebak dalam pusaran politik. Putusan itu menurut Saldi Isra dapat meruntuhkan kepercayaan publik terhadap MK.
- Yusril Ungkap Sikap Politiknya Jika Prabowo Tetap Jadikan Gibran Cawapres
- Profil Saldi Isra dan Arief Hidayat, Hakim MK yang Bongkar Keganjilan Putusan Kepala Daerah Bisa Maju Pilpres
- Kala Hakim Saldi Isra Singgung Nama Gibran di Sidang Putusan Terkait Usia Capres-Cawapres
- Saldi Isra: Hakim Gerbong yang Mengabulkan Sebagian Terkesan Bernafsu dan Buru-Buru
Saldi Isra merupakan salah satu dari empat hakim yang memiliki pendapat berbeda terkait putusan gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Tiga hakim konstitusi lain yang disentting opinion atau berbeda pendapat itu adalah Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
"Jika pendekatan dalam memutus perkara sejenis seperti ini terus dilakukan, saya sangat sangat sangat cemas dan khawatir Mahkamah justru sedang menjebak dirinya sendiri dalam pusaran politik dalam memutus berbagai political questions yang pada akhirnya akan meruntuhkan kepercayaan dan legitimasi publik terhadap Mahkamah. Quo Vadis Mahkamah Konstitusi?" tutur Saldi Isra saat membacakan alasan disentting opinion di ruang sidang gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10).
Saldi Isra bahkan menuding ada sebagian hakim terlalu bernafsu untuk sesegera mungkin memutus perkara di tengah tahapan pemilu 2024.
"Di antara sebagian hakim yang tergabung dalam gerbong mengabulkan sebagian tersebut seperti tengah berpacu dengan tahapan pemilu umum presiden dan wakil presiden. Sehingga yang bersangkutan terus mendorong dan terkesan terlalu bernafsu untuk cepat-cepat memutus perkara a quo," pungkasnya.
Gugatan Terkait Usia Capres dan Cawapres Ditolak MK
Pertama, gugatan nomor 29/PUU-XXI/2023 dengan pemohon partai politik PSI, Anthony Winza Prabowo, Danik Eka Rahmaningtyas, Dedek Prayudi, dan Mikhael Gorbachev Dom. Dalam petitumnya mereka meminta usia minimal capres-cawapres ialah 35 tahun.
Kedua, gugatan nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Ketum Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekjen Yohanna Murtika. Petitumnya meminta usia minimal capres-cawapres 40 tahun atau berpengalaman penyelenggara negara.
Ketiga, gugatan nomor 55/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Wali Kota Bukittinggi Erman Safar, Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor dan Wakil Bupati Mojokerto Muhammad Albarraa. Mereka meminta usia minimal capres-cawapres minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Keempat, gugatan nomor 91/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Arkaan Wahyu. Petitumnya meminta usia minimal capres-cawapres 21 tahun.
Gugatan Batas Usia Capres dan Cawapres Dikabulkan MK
MK mengabulkan sebagian gugatan bernomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru. Almas meminta ditambahkan frasa 'berpengalaman sebagai kepala daerah' sebagai syarat capres-cawapres.
Putusan MK tersebut membuat bunyi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu berubah menjadi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'.