Sekjen PDIP: Intelektual dan Kekuasaan Harus Berada di Jalan Kemanusiaan
Akademisi UGM Professor Cornelis Lay, dikukuhkan menjadi guru besar di kampusnya. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan pidato yang berjudul 'Jalan Ketiga Peran Intelektual, Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan'.
Akademisi UGM Professor Cornelis Lay, dikukuhkan menjadi guru besar di kampusnya. Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan pidato yang berjudul 'Jalan Ketiga Peran Intelektual, Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan'.
Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, yang hadir, mengatakan peran intelektual masih sangat dibutuhkan dalam melaksanakan kekuasaan. Namun, watak dan cara kekuasaan yang terbentuk haruslah berinti pada kemanusiaan.
-
Siapa saja yang ikut dalam Pilpres 2019? Peserta Pilpres 2019 adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
-
Dimana Prabowo Subianto kalah dalam Pilpres 2019? Namun sayang, Ia kalah dari pasangan Jokowi-Ma'aruf Amin.
-
Apa yang disita dari Hasto Kristiyanto oleh penyidik KPK? Handphone Hasto disita dari tangan asistennya, Kusnadi bersamaan dengan sebuah buku catatan dan ATM dan sebuah kunci rumah.
-
Kapan PDIP menang di pemilu 2019? Partai pemenang pemilu 2019 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan persentase 19.33% dari total suara sah yang diperoleh.
-
Kenapa PDIP bisa menjadi partai pemenang Pemilu 2019? PDIP berhasil menarik pemilih dengan agenda-agenda politiknya dan berhasil meraih kepercayaan masyarakat. Dengan perolehan suara yang signifikan, PDIP memperoleh kekuatan politik yang kuat dan pengaruh yang besar dalam pemerintahan.
-
Bagaimana PDIP bisa menang di pemilu 2019? PDIP berhasil meraih kemenangan yang signifikan dalam pemilu 2019 dan menjadi partai pemenang dengan persentase suara tertinggi, menunjukkan popularitas dan kepercayaan yang dimiliki oleh partai ini di mata masyarakat Indonesia.
Menurut Hasto, pemikiran Cornelis itu sangat kontekstual. Pasalnya, memang harus ada jalan ketiga dimana tradisi intelektual masih dibutuhkan di dalam kekuasaan.
"Kami sepakat, antara intelektual dan kekuasaan sangat dibutuhkan. Sehingga terjadi konvergensi untuk saling menemukan bagaimana watak kekuasaan intelektual itu dipertemukan oleh pengabdian kepada kemanusiaan," kata Hasto dalam keterangannya, Rabu (6/2).
Dia menegaskan, selama ini, watak kemanusiaan sebagai jiwa bagi intelektual maupun penguasa, sering dilupakan. Sehingga yang terjadi adalah politik tanpa kemanusiaan dan tanpa peradaban.
Hasto menyontohkan, fenomena saat ini yang disebut sebagai propaganda Rusia. Banyak studi dan pengalaman berbagai negara yang menemukan bahwa propaganda dengan berbasis pada penyebaran hoaks itu sebagai antikemanusiaan.
"Tesis yang terbaik adalah intelektual dan kekuasaan itu terus berada di jalan kemanusiaan," kata Hasto.
Karena itu, yang disampaikan Cornelis tersebut adalah kritik terhadap praktik politik antikemanusiaan. Pada titik itu, penting bagi intelektual dan penguasa untuk selalu mempertemukan tujuan utamanya pada nilai-nilai kemanusiaan.
"Sebab tanpa jalan kemanusiaan, tidak ada politik yang membangun peradaban," tandas Hasto.
Dalam pidatonya, Cornelis menyampaikan bahwa intelektual dan kekuasaan tak mungkin dipisahkan.
"Intelektual harus menyadari beragam kekuatan politik yang berkontribusi dalam membentuk kurikulum dan penelitian, penilaian kualitas akademik, dan relasinya dengan negara," ucap Conerlis.
Aktivis GMNI ini, mengatakan, meski ada kekuasaan. Harus tetap menempatkan kemanusiaan di setiap motifnya.
"Masuk dan keluar kekuasaan secara fleksibel dengan menempatkan kemanusiaan sebagai motif pokok. Ini memang menuntut kematangan, kepekaan dan kapasitas dalam menilai politik. Sesuatu yang tidak bisa dihasilkan secara instan," ungkapnya.
Dengan itu, maka tujuan-tujuan mulia yang melekat dalam kelahiran dan menjadi fondasi dari ilmu pengetahuan dan tujuan yang melekat dalam filsafat kekuasaan, bertumpu pada kehendak yang sama. Yakni cita-cita pembebasan manusia dan pemuliaan kemanusiaan.
"Kesamaan kehendak inilah yang menjadi titik konvergensi di antara keduanya. Dengannya, sekalipun tampak hidup dalam dunia yang terpisah, pada dasarnya keduanya saling menghidupi: intelektual pasti hidup dalam kekuasaan, dan kekuasaan membutuhkan ilmu pengetahuan," pungkasnya.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Politisi PDIP Ini Kampanyekan Jokowi Lewat Pergelaran Wayang
PDIP Harap Golkar Kalahkan Gerindra
Bupati Kotawaringin Timur Tersangka Korupsi, Politisi PDIP Tegaskan Sikap Megawati
Ketua PDIP Semarang: Kalau Tidak Mau Dukung Jokowi Jangan Pakai Jalan Tol
Politisi PDIP Harap Partai Lokal di Aceh Terus Ada Hingga Akhir Dunia
TKN Jokowi: Kubu Prabowo Tak Pernah Berkaca dari Kegagalan Obor Rakyat