Sekjen PDIP Tak Sepakat Presiden Dipilih MPR, Singgung Pidato Megawati Soal Kedaulatan Rakyat
Hasto ingin agar segala sesuatunya harus dicermati serta harus dikaji dengan bersamaan.
Menurutnya, mencabut kedaulatan rakyat bukan menjadi solusi yang tepat.
Sekjen PDIP Tak Sepakat Presiden Dipilih MPR, Singgung Pidato Megawati Soal Kedaulatan Rakyat
- PDIP Tak Gentar Ridwan Kamil Didukung 3 Presiden: Dukungan Anies dan Anak Abah jadi Penambah Semangat
- Jelang Pelantikan Presiden Wapres Prabowo-Gibran, Gedung DPR MPR Berhiaskan Janur Kuning
- Reaksi Seskab Pramono Anung Ditanya Alasan PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas
- Djarot Sebut Rakernas PDIP Digelar di Tengah Keprihatinan Sisi Gelap Kekuasaan
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto turut mengomentari perihal wacana sistem pemilihan presiden dikembalikan oleh MPR lewat amendemen UUD 1945.
Hal itu disampaikan mantan Ketua Ketua MPR 1999-2004, Amien Rais usai bertemu dengan pimpinan MPR di kompleks parlemen pada Rabu (5/6).
Menurutnya, partainya tidak sepakat dengan rencana tersebut yakni sistem pemilihan presiden dikembalikan oleh MPR lewat amendemen UUD 1945.
"Ya itu kan dalam pidato pembukaan Rakernas ke-V Ibu Megawati sudah menegaskan bahwa ketika Pemilu dilaksanakan secara langsung, dan kedaulatan rakyat itu dikembalikan susah payah, asusminya itu kan tidak ada, pengerahan aparatur negara, pengerahan sumber-sumber negara dan kemudian intimidasi, seharusnya kan itu tidak boleh terjadi, tetapi demi ambisi kekuasaan, itu kan akhirnya terjadi," kata Hasto kepada wartawan di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/6).
Sehingga menurutnya, mencabut kedaulatan rakyat bukan menjadi solusi yang tepat. Akan tetapi dengan melakukan pembenahan-pembenahan.
"Maka itulah yang dipersoalkan oleh PDI Perjuangan, meskipun ketika mempersoalkan itu konsekuensinya, lalu saya dianggap menebarkan berita bohong, kemudian muncul panggilan-panggilan yang sebenernya muatan politik nya sangat kuat, bung Boni mengatakan itu pasal-pasal kolonial yang kemudian mengurung kebebasan berbicara," ujarnya.
"Apalagi ini berkaitan dengan produk jurnalistik, jadi bayangkan buat teman-teman pers nanti tidak bebas lagi, karena bisa dikriminalisasi. Padahal itu ranah dewan pers, ini pendidikan politik untuk rakyat. Ketika berjuang kebenaran harus dilihat subtansi kebenarannya dulu bukan hukumnya yang dipakai untuk alat intimidasi," sambungnya.
Oleh karenanya, Hasto ingin agar segala sesuatunya harus dicermati serta harus dikaji dengan bersamaan atau seksama. Sehingga, ia tidak tergesa-gesa dalam mengambil suatu keputusan.
"Berdasarkan apa, konsepsi negara paripurna yang disampaikan Ibu Mega, kita gali kembali tentang lahirnya republik ini, sistem politiknya, sistem demokrasinya, sistem hukumnya, sistem ekonominya. Sehingga, harus melihat secara komprehensif dan apa yang dipikirkan oleh para pendiri bangsa itu sudah melalui suatu kajian pergulatan yang luar biasa. Nah itu," paparnya.
"Sehingga jangan tergesa-gesa mengambil keputusan jadi tesa, antitesa harus connect, dan harus sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh para pendiri bangsa kita," pungkasnya.
Sebelumnya, Mantan Ketua MPR 1999-2004, Amien Rais setuju sistem pemilihan presiden dikembalikan oleh MPR lewat amendemen UUD 1945.
Hal itu dia sampaikan, usai bertemu dengan pimpinan MPR di kompleks parlemen pada Rabu (5/6).
"Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak? MPR kan orangnya berpikir, punya pertimbangan," kata Amien.
Amien menjelaskan, alasan dulu saat dirinya menjadi Ketua MPR mengubah aturan pemilu presiden yang mulanya dipegang MPR jadi secara langsung.
Menurut dia, konsep pemilu langsung itu akan jauh dari praktik politik uang. Namun, ternyata itu meleset.
"Dulu kita mengatakan kalau dipilih langsung, one man one vote mana mungkin ada orang mau menyogok 127 juta pemilih, mana mungkin, perlu ratusan triliun, ternyata mungkin," ucap dia.
Dia pun berharap lewat amendemen, MPR akan kembali jadi lembaga tertinggi negara seperti sebelum era reformasi.