Serahkan Berkas Kesimpulan, Tim Ganjar-Mahfud Beberkan 5 Pelanggaran Pemilu 2024
Ganjar-Mahfud ingin adanya pemungutan suara ulang di Pilpres 2024
Ganjar-Mahfud ingin adanya pemungutan suara ulang di Pilpres 2024
- Tim Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Kapolri di Sidang Sengketa Pilpres 2024
- Tim Ganjar-Mahfud Kembali Singgung Kapolri Larang Kapolda jadi Saksi Gugatan: Yang Pasti Kecewa
- Tim Ganjar-Mahfud: Saya Kecewa Kapolri Melarang Kapolda Jadi Saksi Kecurangan Pemilu
- TPN Ganjar-Mahfud Resmi Bentuk Timsus Hukum untuk Lawan Kecurangan Pilpres 2024
Serahkan Berkas Kesimpulan, Tim Ganjar-Mahfud Beberkan 5 Pelanggaran Pemilu 2024
Tim Hukum Ganjar-Mahfud menyerahkan berkas kesimpulan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilpres 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kesimpulan ini akan menjadi salah satu bahan pertimbangan hakim MK untuk memutuskan sengketa PHPU pada tanggal 22 April 2024.
"Gedung MK ini seharusnya memberikan kita harapan untuk Indonesia lebih baik. Kami sudah menyerahkan kesimpulan, nah ini buktinya, tanda terima penyerahan kesimpulan yang kami serahkan ke MK," kata Todung di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (16/4).
Diketahui, MK akan mengadakan sidang putusan pada 22 April untuk membacakan hasil gugatan yang diajukan kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud.
Todung menyebut, setidaknya ada lima kategori pelanggaran yang sangat mencolok pada Pilpres 2024. Pertama, adalah pelanggaran etika berat terkait putusan MK nomor 90 untuk kepentingan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres.
Todung melanjutkan, dari situ muncul pelanggaran kedua yaitu nepotisme. Dia menyebut, ada banyak undang-undang yang melarang nepotisme.
"Dan kalau kita melihat apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, mendorong anak dan menantunya itu adalah bagian dari nepotisme," ucap Todung.
"Membangun satu dinasti kekuasaan yang menurut kami melanggar etika seperti yang dikatakan oleh Romo Magnis Suseno, itu pelanggaran yang kedua," sambung Todung.
Todung menambahkan, pelanggaran ketiga adalah penyalahgunaan kekuasaan yang terkoordinir dan masif. Menurutnya, abuse of power ini terjadi dimana-mana.
Pelanggaran keempat terkait prosedural pemilu terkait dengan pasangan calon 02, KPU dan Bawaslu.
"Menurut kami semua adalah pelanggaran-pelanggaran yang seharusnya bisa dijadikan alasan untuk melakukan pemungutan suara ulang," ujar Todung.
"Yang terakhir adalah penyalahgunaan aplikasi IT di KPU, yang kita lihat ujung-ujungnya menimbulkan kekacauan, kontroversi dan ada yang mengatakan menimbulkan penggelembungan suara," pungkas Todung.