Sinyal Sosial: Data akurat bisa pangkas ongkos pemenangan politik
Sistem yang ada saat ini membuat proses pemenangan politik menjadi mahal.
Chief Data Evangelist Sinyal Sosial, Pangeran Siahaan menilai biaya pemenangan politik dapat dipangkas dengan kekuatan data. Selain itu, menurut dia, kekuatan data pun mampu membuat proses demokrasi menjadi lebih sehat.
"Ketika kandidat memiliki data yang tepat dan akurat, biaya proses pemenangan politik dapat ditekan menjadi semakin efisien," kata Pangeran dalam diskusi bertajuk 'Memangkas Ongkos Politik dengan Kekuatan Data' di Jakarta, Kamis (19/11).
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada serentak pertama kali dilaksanakan pada tahun 2015. Pesta demokrasi ini melibatkan tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
-
Apa definisi dari Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kapan Pilkada serentak berikutnya di Indonesia? Indonesia juga kembali akan menggelar pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak di tahun 2024. Pilkada 2024 akan dilasanakan ada 27 November 2024 untuk memilih gubernur, wali kota, dan bupati.
-
Mengapa Pilkada penting? Pilkada memberikan kesempatan kepada warga negara untuk mengekspresikan aspirasi mereka melalui pemilihan langsung, sehingga pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kebutuhan masyarakat setempat.
-
Kenapa Pilkada Serentak dianggap penting? Sejak terakhir dilaksanakan tahun 2020, kali ini Pilkada serentak diselenggarakan pada tahun 2024. Dengan begitu, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui kapan Pilkada serentak dilaksanakan 2024.
-
Kenapa Pilkada itu penting? Pilkada artinya singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah, adalah salah satu momen krusial dalam sistem demokrasi kita.
Pangeran menjelaskan pentingnya mengetahui kekuatan data. Dinilai dia, seorang bakal calon tidak bisa menyusun strategi bagaimana memenangkan pilkada jika hanya mengandalkan popularitas.
"Ketika kandidat sekadar tahu mereka lebih populer dan tingkat keterpilihannya lebih tinggi, informasi ini belum bisa langsung dimanfaatkan untuk menyusun strategi pemenangan," ujar dia.
"Data yang banyak beredar saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya data popularitas dan elektabilitas," tambahnya.
Senada dengan Pangeran, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. Dia menganggap sistem yang ada saat ini membuat proses pemenangan politik menjadi mahal.
"Ongkos politik mahal karena calon tidak tahu menang itu seperti apa. Sistemnya mahal," pungkas dia.
(mdk/ang)